“Syukur adalah pintu terbesar
Allah dan jalan-Nya yang terlurus. Karena itu, setan selalu duduk di jalurnya,
merintangi orang-orang mukmin melewatinya.”
“Pintu paling dekat menuju
kepada Allah adalah pintu syukur. Siapa pada masa ini tidak masuk melalui pintu
syukur, dia tidak akan dapat masuk. Karena jiwa manusia saat ini telah
mengeras.”
“Jika kalian mendengar sesuatu
dariku, maka pertimbangkan dengan neraca syara’. Sesuatu yang sesuai syara’,
kerjakanlah dan sesuatu yang menyimpang, tinggalkanlah !”( Al- Inshof : 1).
“Kebaikan seluruhnya ada dalam
mengikuti sunah dan kejelekan seluruhnya ada dalam menyalahinya.”
“Hendaklah kalian takut dari maksiat-maksiat kepada Allah dan siksa-Nya.
Siapa yang telah melakukannya dari kalian ( dengan ketetapan Allah juga ) dan
seorang hamba memang tidak ma’shum, maka jangan mendekat kepada Allah. Kecuali dengan hati yang menangis
dan takut akan siksa Allah.” ( Mizabur arorahman , hal : 29 ).
Syeikh Ahmad bin Muhammad at-Tijani sendiri tidak pernah menyatakan bahwa
Shalawat Fatih lebih utama dari al-Qur’an. Beliau hanya menyampaikan bahwa
pahala Shalawat Fatih sekali sebanding dengan 6.000 khataman al-Qur’an.
Perkataan sebanding tidak berarti melebihi atau lebih utama. Karena Beliau
menggunakan kata (تعدل), bukan kata (افصل).
“Sesungguhnya siksanya ( pengakuan ) adalah mati secara su’ul khotimah.” (Mizabur ar-Rahmah, hal : 10).
Dan kami hanya punya satu pedoman /aqidah sebagai dasar dari semua usul.
Bahwasanya tak ada hukum kecuali kepunyaan Allah SWT. Dan Rasulnya SAW.
Bahwasanya tidak ada ibarat dalam hukum kecuali firman Allah SWT dan sabda
Rasulullah Saw. Bahwasanya semua pendapat para
Ulama itu batal ( ditolak ) kecuali berlandaskan Al Qur’an dan Al Hadist. Semua
perkataan orang-orang yang berilmu yang tidak ada landasannya dalam Al-Qur’an
dan Al Hadist maka ia batal, dan tiap-tiap pendapat orang yang berilmu yang
sholih, maka haram difatwakan ,oleh karena itu kami berpesan.
Rasulullah Saw, memberi jaminan kepada Syeh Ahmad At Tijany Ra dengan
sabdanya : “Engkau ya Ahmad adalah pintu keselamatan bagi orang-orang berdosa
yang ingin kembali ke jalan Allah dengan mengikutimu”.
“Adapun adab Syeikh
Ahmad bin Muhammad At-Tijani ra. lahir dan batinnya ada dalam syari’at
Muhammadiyah dan bersama Alloh SWT.” (Mizabur Ar-Rahmah: 10)
“Berkata kepadaku
Rasullullah SAW : Ya Ahmad, sesungguhnya barang siapa mencelamu dan tidak
bertaubat, tidak akan mati kecuali dalam kekafiran, walau haji dan berjihad.
Saya berkata : Ya Rasulullah, sesungguhnya Al Arif billah Sayyidi Abdurrahman
As Syami mengatakan bahwa sesungguhnya orang yang haji tidak akan mati su’ul
khotimah, berkata : kepadaku Sayyidul Wujud Rasulullah SAW : ya Ahmad , barang
siapa mencelamu dan tidak bertaubat maka ia akan mati kafir walaupun haji dan
berjihad. Ya Ahmad barang siapa yang
berusaha mencelakakanmu akulah yang marah padanya dan tidak akan dicatat
sholatnya serta tidak akan membawa manfaat baginya.”( Al Faidlul rabbani : 2 ).
”Barang siapa mendengar sesuatu dariku, cocokkanlah dengan timbangan Syar’i
( Al-Qur’an dan Al Sunnah ), jika cocok ambillah dan jika tidak buanglah”.
“Bahwa Sayyidi Syeh
Ahmad At Tijany RA tidak melarang ziarah secara umum, karena beliau tidak
pernah melarang siapapun dari pengikut Thariqohnya menuntut ilmu kepada semua
Wali atau Ulama, tidak melarang menghadiri majlis (ta’lim) mereka, tidak
melarang mendengarkan wejangan –wejangan dan perkataan mereka dan tidak
melarang mengadakan hubungan / ziarah karena Allah SWT. Dan silaturahmi. Rimah
: 1 / 145.
“Hendaklah kalian takut dari maksiat-maksiat kepada Allah dan siksa-Nya
. siapa yang telah melakukannya dari kalian ( dengan ketetapan Allah juga ) dan
seorang hamba memang tidak ma’shum, maka jangan mendekat kepada Allah. Kecuali
dengan hati yang menangis dan takut akan siksa Allah.” ( Mizabur arorahman, hal : 29 ).
Diakhir
zaman (nanti) semua tarekat menjadi satu tarekat, dan tiap-tiap pengikut
tarekat itu masuk ke tarekat kita (Tijaniah) hingga Imam Mahdy
Pengikut tarekat kita (tarekat Al Muhammady
Attijani melimpahi kepada semua pengikut, tetapi tidak (sebaliknya)
menerima limpahan
“Barang siapa yang melihat aku pada hari Senin
dan pada hari Jum’at ia masuk sorga tanpa hisab dan tanpa diazab”. (Maksudnya melihat dengan
Mahabbah dan Ta’alluq hati)
Bahwasanya Nuraniah Nabi SAW (khususnya) pada hari Senin dan pada hari Jum’at tidak
memisahiku, maksudnya bahwasanya Nuraniah Nabi SAW TAJALLY (nampak) pada
diri Syekh Ahmad Attijani. Maka setiap orang yang melihat / memandang
padanya, maka dia telah memandang pada KHATMUL WILAYAH AL MUHAMMADIAH (yang pada hakikatnya) dia memandang kepada Nuraniah Nabi yang
nampak pada Syekh Tijani.
“Pada umumnya orang-orang yang melakukan ziarah kepada
wali-wali Allah, mempunyai tujuan yang rusak (agrad fasidat), sebab mereka hanya mengharapkan bantuan untuk
tujuan kesenangan duniawi, minta keselamatan duniawi, padahal mereka tetap
dalam kehidupan bergelimang dengan dosa. (Ali Harazim : 136-137 ).
Mahabbah adalah penyesuaian sifat-sifat dan akhlak-akhlak Ilahiyah
kedalam diri yang mencintainya. ( Ali Harazim : 159 ).
Seseorang yang selalu mengingat tuhannya, sampai pada
tingkat Tuhan menghilangkan tabir yang
menghalangi dan menutupinya. (Sayyid Ubaidah : 200).
Kecintaan Tuhan terkandung dalam
rahmatnya yang dilimpahkan kepada umat manusia. Dengan kata lain cinta Tuhan
kepada manusia terkadang dalam kemurahannya kepada manusia, yakni, dengan
memalingkan manusia dari berbagai pemikiran tentang segala sesuatu yang lain
kecuali Tuhan, melimpahkan manusia dengan maqam
yang tinggi melalui Tajallinya. (Ali Harazim : 205).
Menurut Syeikh Ahmad
at – Tijani RA, Ma’rifah, memiliki kekuatan yang luar
biasa, sehingga para sufi yang
menerimanya walaupun ia sudah mempersiapkan diri dengan berkonteflasi melalui
tahapan maqamat yang cukup panjang, ketika
mencapai ma’rifah, akan menyebabkan
kehilangan kesadaran, dalam keadaan tersebut, ia tidak akan merasakan sesuatu
di sekelilingnya sebab ketika ma’rifah
datang, akal manusia akan bersembunyi dan pikiran menjadi hilang. Namun sufi
dalam kategori al-aqtab’ yang
mempunyai kekuatan battin hampir
sejajar dengan para nabi, ketika memperoleh ma’rifah ia
tidak akan larut dalam suasana fana’ sebagaimana
halnya para nabi.
Pada dasarnya, Syeikh Ahmad
at – Tijani RA tidak menginginkan seorang sufi yang hanya memusatkan perhatiannya
pada kontemplasi dan dzikir, dan mengabaikan masalah kemasyarakatan. Sufi,
sebagaimana ditegaskan dalam pengamalan tarekat Tijaniyah, harus senatiasa
aktif berjuang bersama masyarakat.
Namun demikian, attijani
menjelaskan lebih lanjut, bahwa meskipun seorang sufi telah menjalani
kehidupannya sebagaimana layaknya seorang muslim, cahaya ma’rifah
yang diperolehnya, akan tetap menyinari dirinya hal ini akan nampak
termanifestasikan dalam setiap gerakan dan ucapan karena cahaya ketuhanan yang
telah didapatinya, akan menyebabkan ia mempunyai keistimewaan ( karomah ).
Sehingga dikatakan, salah satu tanda seseorang adalah sufi yang sudah meraih
cahaya ma’rifat, adalah ia dapat menunjukan rasa tanggungjawabnya kepada umat
lemah lembut terhadap mereka, berjuang untuk mereka bersama-sama mereka
membangun kehidupan yang islami melalui pendekatan hikmah, yakni
melakukan pendekatan dakwah kepada umat manusia sesuai dengan tingkat kemapuan
akalnya.
Nisbah Wali Quthub
itu dengan Wali Al-Quthbul Maktum seperti nisbah orang awam dengan Wali Quthub,
karena makamnya pada “Gaibul Gaib” (artinya tidak diketahui kadarnya kecuali Allah dan
Rasul-Nya saja yang mengetahuinya).
Rasulullah SAW menghabarkan
; Bahwasanya Syekh Abdul Qadir dan Syekh Mahyuddin (Ibnu Arabi) makam keduanya
itu lebih tinggi dari sekalian wali-wali. Dan Syekh Ahmad bin Muhammad Attijani
mengkhabarkan kepadaku (dari khabar
Rasulullah) bahwasanya dirinya itu
diberi kelebihan makam yang lebih tinggi dari keduanya dengan perkara/kelebihan
(makam) yang tidak bisa digapai
oleh keduanya.
Rasulullah SAW menjamin kepada Syeikh Ahmad At Tijany
RA dengan sabdaNya : “Engkau ya Ahmad adalah pintu keselamatan bagi orang-orang
yang berdosa yang ingin kembali kejalan Allah dengan mengikutiMu”.
Dan kami hanya punya satu pedoman / qoidah
sebagai dasar dari semua usul. Bahwasanya tidak ada hukum kecuali kepunyaan
Allah Swt. dan Rasulnya Saw. bahwasanya tidak ada ibarat dalam hukum kecuali
firman Allah Swt. dan sabda Rasulullah Saw. Bahwasanya semua pendapat
Ulama itu Batal (ditolak) kecuali berlandaskan Al Qur’an dan Al Hadits. Semua
perkataan orang berilmu batal kecuali berlandaskan Al Qur’an dan Al Hadits, dan
tiap-tiap pendapat orang berilmu yang bertentangan dengan Al Aqur’an yang
shorih dan muhkam dan bertentangan pula dengan Hadits yang shohih, maka haram
di fatwakan, walaupun pendapat tersebut dimasukkan dalam kitab kitab Fiqh.
Karena fatwa yang diucapkan dengan sadar dan tahu kalau hal tersebut menyalahi
Nas Al Qur an dan Hadits, maka itu (salah satu bentuk) kekafiran yang nyata. Allah
SWT berfirman; ”Barangsiapa yang tidah bertahkim dengan apa yang diturunkan
Allah ( Al Quran) maka mereka adalah orang orang kafir”. Dan Sabda Rasulullah
SAW; “Barangsiapa yang mengada ada ( hal yang baru) dalam urusan kami ini
(Agama Islam), sedangkan hal tersebut tidak ada dalam Islam, maka hal tersebut
ditolak.” – (Jawahirul ma’ani : 2/195-196).
Sesungguhnya setiap orang yang masuk golongan kami kemudian keluar dan
masuk Thariqah lainnya, Allah Swt . campakan orang itu dari hadrahNya dan
mencabut semua pemberianNya yang disebabkan karena cintanya kepadaku (Sayyidi
Syeikh Ahmad bin Muhammad At Tijany) dan akan mati kafir. Dan kami berlindung dari
murkaNya. Dan orang itu tidak akan beruntung selamanya. Dan tak seorang walipun
yang yang ada dimuka bumi ini yang bisa membantunya. Dan ini adalah janji yang
benar dari Baginda Rasulullah Saw. kepada kami (Syeikh Ahmad At Tijany). (Al
Faidlur Rabbani ; 27).
Syeikh Ahmad At Tijany adalah
pemegang mahkota kewalian tertinggi yaitu Al Khatmul Aulia’ Al Muhammady,
sebagai mana Rasulullah Saw. adalah Al Khatmul Anbiya’. Dari beliaulah (Syeikh
Ahmad At Tijany RA.) semua wali Allah sejak dari zaman Nabi Adam sampai hari
kiamat mendapat aliran / masyrab ilmu kewalian , Fuyudlat dan Tajalliat serta
Asror-Asror yang mengalir dari Rasulullah Saw. baik mereka menyadari atau
tidak, sebagaimana para nabi terdahulu, mereka mendapat Masyrab ilmu kenabian
dari Rasulullah Saw. selaku Khatmul Anbiya’. (lebih
jelas silahkan pelajari Ar Rimah Juz 2/17)”. Al Masyrabul Kitmani”.
“Saya adalah Khatm al-Awliya’
yang berperan sejak zaman Nabi Adam as. Sampai ditiupnya sangkakala”.
“Dua kakiku ini di atas
tengkuk semua Waly Allah Swt.”
“Diantara wali Allah ada yang hanya mengetahui jiwanya
(al-Nafs) saja, ada juga yang sampai pada tingkat hatinya (al-Qalb),
ada juga yang sampai pada tingkat akalnya (al-Aql), dan maqam yang
tertinggi adalah wali yang bisa sampai mengetahui tingkat ruhnya; tingkat ini
merupakan tingkat penghabisan (al-Ghayat al-Quswa).”
“Dan
kadangkala Khatamul Wilayah yang
mereka maksudkan itu Khatm al-Maqamat. Itulah maqam kedudukan yang paling tinggi dalam derajat al-Quthbaniyyah. Hanya dari wali Quthb-lah yang
bisa mencapainya. Kedudukan ini tidak khusus bagi
Wali Quthb tertentu bahkan
sebagian al-Quthbul Kamil dapat juga mendudukinya sampainya tangga terakhir
ditutupnya oleh “al-Khatmul Akbar
“Sesungguhnya al-Quthb al-Maktum itulah perantara para nabi dan para wali, karena itu semua wali Allah swt., baik
yang besar martabahnyanya maupun yang kecil
tidak menerima limpahan rahmat dari seorang nabi melainkan dengan
perantara al-Quthb al-Maktum dari
arah wali itu tidak hanya menerima Sayyidul Wujud saw., dan tidak seorang nabipun mengetahui limpahan,khususiahnya
itu. Sebab dia mempunyai masyrab tersendiri disamping para nabi
as.
“Sayyidul wujud saw., memberitahukan
kepadaku, bahwa akulah al-Quthb al-Maktum, pemberitahuan itu dari Sayyidul
wujud kepadaku dengan musyafahah (berbicara langsung) dalam keadaan
jaga tidak dalam keadaan tidur.
“Saya adalah Sayyid
al-Awliya sebagaimana Nabi Muhammad saw., adalah Sayyid al-Anbiya’”
“Semua limpahan anugerah
yang melimpah dari zat Sayyid al-Wujud saw., diterimanya oleh zat para Nabi as. Dan semua anugerah
yang melimpah dan memancar dari zat para Nabi
diterimanya oleh zatku dan dari aku limpahan anugerah itu menyebar kepada semua makhluk.
Sejak terjadinya alam sampai ditiupnya sangkakala dan aku diberi beberapa
ilmu khususiyah antara aku dan Sayyid al-Wujud saw., yang disampaikan kepadaku
dengan musyafahah (berbicara langsung) tanpa perantara”.
“Berkata kepadaku Rasulullah Saw. : Ya Ahmad, sesungguhnya barang siapa mencelamu dan tidak
bertobat tidak akan mati kecuali dalam kekafiran, walau haji dan berjihad. Saya
berkata : Ya Rasulallah, sesungguhnya Al ‘Arif
billah Sayyidy Abdurrahman As Syami mengatakan bahwa orang yang haji tidak akan mati
su’ul khatimah, berkata kepadaku Sayyidul Wujud Rasulullah Saw. : Ya Ahmad,
barang siapa mencelamu dan tidak bertobat, maka ia pasti mati kafir walaupun ia
haji dan berjihad. Ya Ahmad barang siapa yang berusaha mencelakakanmu akulah
yang marah kepadanya, dan tidak akan dicatat sholatnya, serta tidak akan membawa manfaat baginya”.
Bersabda
Rasulullah SAW kepada Syeh Ahmad Tijani : “Para fuqara’ (yang menjadi
tanggunganmu) itu adalah fuqara’ku juga (tanggunganku juga), murid muridmu itu
semua adalah murid muridku, sahabat sahabatmu adalah sahabat sahabatku”. Adakah
tempat bersandar yang lebih mulya dari Rasulullah ?
Rasulullah
SAW Memberi tahu kepada Syeikh Ahmad At Tijany Ra. bahwa antara sahabat
Rasululullah dan sahabatnya Syeikh Ahmad At Tijany mempunyai persamaan yang
sempurna dan dengan kesamaan inilah ihwan Thariqah At Tijany bagi Allah Swt.
lebih tinggi nilainya dari pada Qutub, Arifin dan Al Ghauts walaupun tampang
dhohirnya hanyalah orang awam. (Al
Faidlur Rabbani : 2).
Rasulullah saw. bersabda kepada Syekh
Ahmad Al-Tijani : “Tak ada karunia bagi seorang makhlukpun dari guru-guru thariqat atas kamu. Maka akulah wasithah (perantaramu) dan pemberi dan atau pembimbingmu dengan
sebenar-benarnya (oleh karena itu), tinggalkanlah apa yang
kamu telah ambil dari semua thariqat. Tekunilah
thariqat ini tanpa khalwat dan
tidak menjauh dari manusia sampai kamu mencapai
kedudukan yang telah dijanjikannya padamu, dan kamu tetap di
atas perihalmu ini tanpa kesempitan, tanpa susah-susah dan tidak banyak berpayah-payah, dan tinggalkanlah semua para Wali.”
Saiyidi
Syekh Ahmad al-Tijani berkata selalu disandarkan kepada Rasulullah saw., dengan
kata-kata : “Rasulullah saw., berkata kepada saya” Atau : “Rasulullah saw.,
memberitahukan kepada saya”; karena dalam segala hal Sayyidi Syekh Ahmad
al-Tijani Ra. Guru dan pembimbing serta pendidiknya adalah Rasulullah saw., dan
Rasulullah saw., senantiasa mendampingi beliau dan tampak terlihat dengan mata
kepala oleh beliau.
Mawlaya Abul Abbas At-Tijani RA
berkata :"Ada 165.000 hijab antara hamba dengan Hadrah al-Quds; (kemudian)
167.000 maqam antara kewalian (Wilayah) dan Ma'rifah; (kemudian) 148.000 maqam
antara Ma'rifah dengan Quthbaniyah".
Dan beliau (Sayydina Abul Abbas
at-Tijani RA) juga menyampaikan bahwa "andaikata seluruh wali Quthub ummat
ini dikumpulkan semuanya, maka mereka tidak akan dapat menandingi beratnya
rambut dari sekelompok sahabat-sahabat-KU. (Kashful Hijab) jadi, seakan-akan
sehelai rambut sahabat-sahabat Syeikh al-Tijani RA lebih agung dibandingkan
seluruh wali Quthub ummat ini. Masya Allah.
Berikut sebagian kutipan surat
dakwah syekh Ahmad al-Tijani :
“Saya berwasiat pada sendiri dan kalian semua dengan perkara
yang telah diwasiatkan dan diperintahkan oleh Allah swt.
Yaitu menjaga batas-batas agama, melaksanakan perintah
ilahiyah dengan segenap kemampuan dan kekuatan. Sesungguhnya pada jaman
sekarang, sendi-sendi pokok agama ilahi telah rapuh dan ambruk. Baik secara langsung dan global ataupun secara perlahan-lahan
dan rinci. Manusia lebih banyak tenggelam dalam urusan
yang mengkhawatirkan, secara ukhrawi dan duniawinya. Mereka
tersesat tidak kembali dan tertidur pulas tidak terjaga. Hal ini
dikarenakan berbagai persoalan yang telah memalingkan hati dari Allah swt., dan aturan-aturan (perintah dan larangannya). Pada
masa dan waktu kini sudah tidak ada seorangpun
yang peduli untuk menjalankan dan memenuhi perintah-perintah
Allah dan persoalan-persoalan agama yang lainnya. Kecuali orang
yang benar-benar ma’rifat kepada-Nya paling tidak orang yang mendekati sifat tersebut. Hendaklah kamu sekalian berusaha membiasakan
bersedekah setiap hari jika mampu. Meskipun sekedar uang recehan
ataupun sesuap makanan, disamping tetap menjaga pelaksanaan perkara-perkara
fardu yang di wajibkan dalam harta benda, seperti zakat. Sesungguhnya pertolongan Allah swt., lebih dekat kepada mereka yang selalu mengerjakan dan
menjaga kewajiban-kewajiban yang bersifat umum/kemasyarakatan
Pada bagian lain Syekh Ahmad
al-Tijani mengatakan :
“Hendaknya kamu sekalian selalu menjaga
silaturahim/menyambung tali persaudaraan dengan norma-norma
yang dapat membuat hati menjadi lapang dan menimbulkan rasa kasih sayang.
Meskipun hanya menyediakan waktu luang dan memberikan salam. Jauhilah sebab-sebab yang menjadikan kebencian dan permusuhan di
antara sanak saudara, atau
perpecahan orang tua dan segala hal yang menyulut api dendam dalam relung hati sanak saudara”. “Hendaklah menjauhi segala
pembicaraan yang mengorek aib dan kekurangan sesama
muslim. Mereka yang gemar melakukan itu, Allah swt., akan membuka
aib/cacat kekurangannya dan mengoyak kekurangan kekurangan generasi
setelahnya”.
Wasiat ini menegaskan pentingnya membangun kepedulian
sosial dan membangun persatuan dan kesatuan
dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Syekh Ahmad al-Tijani, tasawuf
adalah : Artinya : “Patuh mengamalkan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya,
baik lahir maupun batin, sesuai dengan ridha-Nya bukan sesuai dengan ridha’mu”.
“Kami hanya mempunyai satu pedoman (Kaidah)
sebagai sumber semua pokok persoalan (ushul), bahwasanya tidak ada hukum
kecuali kepunyaan Allah dan Rasul-Nya, tidak ada ibarat dalam hukum kecuali
firman Allah swt., dan sabda Rasul-Nya
Syekh Ahmad al-Tijani ditanya : “Apakah bimbingan Nabi
Muhammad saw., sesudah wafatnya sama seperti masih hidup ?” Syekh Ahmad al-Tijani menjawab : “Urusan umum yang
disampaikan secara umum kepada ummat, hamparannya telah
digulung dengan wafatnya beliau dan tinggalah urusan
khusus yang disampaikan oleh Nabi Muhammad saw., kepada kelompok khusus, dan yang demikian ini pada waktu beliau hidup dan
sesudah wafatnya tetap tidak putus.
"Pedangku tergantung di atas langit, barangsiapa yang mencoba naik
keatasnya..niscaya Aku penggal batang lehernya!! (Sayyidi Sheikh Abul Abbas
Ahmad at-Tijani RA : Rafa Niqad Ba'd Kashful Hijab).
“Jika sholawat Fatih dibaca
sebanyak 100 kali pada hari kamis malam jumat, maka fadilahnya ialah menghapus
dosa sebanyak 400 tahun".
Syekh Ahmad Tijani ra ditanya, mengapa sholawat
al-Fatih tidak memakai kalimat wa sallim ? Beliau menjawab : “Karena sholawat
al-Fatih bersumber dari Allah, bukan susunan yang
dibuat oleh manusia.
Surat yang
ditulis oleh Sayyidina Syaikh Ahmad al-Tijani (RA) untuk Temannya Syaikh
Ibrahim al-Islam al-Rayahi (RA) :
"Tariqah Tijani di perhatikan
oleh Allah dari karakteristik yang menempatkan itu di atas semua Tariqah dan
bahasanya yang kadang-kadang tidak dapat dipahami. Jadi, bahwa kebenaran ini
tidak dapat dipahami. Kalau hijab yang menutupi adalah tariqah ini akan
dibangkitkan, yang terbesar dari Awliya Allah, Ghawth's, Qutbs dll akan
berharap untuk itu, sama seperti gembala dari daerah gurun keinginan untuk awan
penuh hujan. Perhatikan ! Jangan biarkan diri Anda
tertipu karena semua berasal dari Tariqah itu. Tariqah ini kita adalah sumber
dari semua Tariqah lain, sejak awal penciptaan ke peniupan sangkakala pada hari
terakhir. Ini adalah janji tulus Nabi Muhammad Mustafa (SAW). Kebesaran Tariqah Tijani tersembunyi, kecuali dari Nabi Muhammad
(SAW) yang tahu nilai sebenarnya yang sangat berharga ".
Dalam Jawahir
al-Ma’ani dikatakan, bahwa seorang calon murid, hendaklah memilih syekh al-Kamil
( guru yang sudah mapan ). Selanjutnya, dikatakan pada dasarnya tidak ada nas
syara’ yang mengharuskan dalam pemilihan guru. Akan tetapi apabila dikaitkan
dengan posisi murid yang hendak melakukan taqarrub al-hadrat
al-qudsiyyah, diperlukan seorang pembimbing yang sudah mapan. Syarat ini hanya
merupakan wajib nazari.
Kenapa harus guru yang sudah mapan ?
Dalam Jawahir
al-Ma’ani dikatakan bahwa guru adalah orang yang akan membimbing taqarrub kepada
Allah secara lahir dan batin, maka otomatis diperlukan guru yang mengetahui
berbagai persoalan syariat yang berbentuk perintah, larangan dan lainnya. Dalam
posisi semacam ini, maka hukum mendapatkan seorang guru yang sudah mapan adalah
wajib dari sisi nazari (min
tariq al nazaar). Sebab keadaan murid diibaratkan orang yang sedang sakit, yang
sudah tentu mendapatkan kesembuhan dan untuk itu, ia harus mendapatkan seorang
dokter yang dianggap mampu memberikan pengobatan yang sempurna (Ali Harazim : I
: 139).
Dalam Jawahir al-Ma’ani, dijelaskan bahwa ciri-ciri guru yang mapan adalah:
“Mengamalkan syariat yang mulia dan zuhd dalam urusan duniawi.
Dalam Jawahir
al-Ma’ani dikatakan bahwa apabila murid sampai Pada puncak kedekatan dengan
Tuhan, yakni pada maqam musyahadah atau Muayyanah, maka
antara murid dengan Tuhan tidak ada yang menyambung dan tidak ada yang
disambung. Selanjutnya, sebagaimana telah dikatakan, dalam posisi inilah
sufi-sufi abad ketiga hijriyah mengeluarkan kata-kata syatahat, seperti ucapan
yang keluar dari mulut Abu Yazid. Ucapan tersebut, sebenarnya bukan keluar dari
Abu Yazid, sebab dia hanyalah sebagai Mutrarjim Allah, Ajja
wa Jalla.
Dalam Jawahir al-Ma’ani dikatakan, bahwa sebelum maqam musahadah
masih ada maqam lain,
yakni maqam mukasyafah,
begitu juga sesudahnya masih ada maqam lain yakni maqam muayanah.
Syekh al-Tijani melihat
adanya berbagai tingkatan yang dapat dicapai oleh golongan manusia tertentu
dalam ma’rifah. Adanya tingkatan-tingkatan
itu lebih disebabkan oleh perbedaan rahmat yang diberikan tuhan kepada manusia
dalam mencapai pengetahuaan ketuhanan, namun kekuatan rahmat tuhan yang
diberikan kepada manusia berbeda-beda. Dengan demikian, manusia akan mencapai
pengetahuan yang tidak sama tentang Tuhan. Ada ma’rifah untuk
tingkat wali (siddiqin dan ‘arifin), dan
para Nabi, sedangkan ma’rifah yang
tertinggi adalah yang diberikan kepada Nabi Muhammad saw.
“Ketentuan bagi golongan
wali qutb dan para Nabi, ialah Allah SWT. Tajalli pada
mereka dengan al-sir, al-mausun (rahasia yang terjaga) dan al-gaib
al-Maknun (rahasia yang tersimpan), yang dalam susunannya disebut bathin-bathin al-Uluhiyyah. Asrar bathin yang kedua ini, ilmu-ilmu dan
pengetahuannya andaikata ditampakan sekadar sebutir debu saja kepada pembesar siddiqiin, maka mereka akan hancur karena haibah jalal Allah dan
mereka akan lenyap secepat kedipan mata. Dan al-bathin ini diperuntukan
bagi wali-wali qutb dan para Nabi as..,
selain mereka tidak ada keinginan sekali mereka mencapai derajat yang tinggi-.
Sungguhpun demikian terdapat perbedaan, yakni para wali qutb
sedikit di bawah para nabi kemudian, diatas yang khusus untuk Nabi Muhammad.
Para wali qutb (sufi) dan pada nabi tidak
ada keinginan untuk mencium baunya, dan andai kata asrar battin ini di
tampakkan sekadar sebutir debu saja pada pembesar-pembesar Rasul, maka mereka
akan hancur lebih cepat dari kedipan mata”. (al-harazami : 238).
“Ketika akal hilang dan
perasaanpun lenyap dan nur qudsi melimpah
memenuhinya (sufi), maka berkatalah dia tanpa sadar. Karena itu perkataan yang
keluar daripadanya adalah diciptakan oleh Allah sebagai gantinya, sebab itu, ia
berkata sebagai penyambung al-haqq dan menjelaskan
al-haq bukan menjelaskan dirinya.
Dalam melukiskan posisi sufi yang berada dalam kedekatan sufi dengan Tuhan,
al-Tijani menghindari kata Ittihad dan Hulul,
ia menyebutnya melalui ungkapan “tidak ada yang menyambung (wasil) dan
tidak ada yang disambung (mausul).”
“Andaikata seorang hamba
dalam keadaan fana’ maka
ia akan berkata
لا اله الا انا، سبحان ، مااعظم شأن. ,
sebab dia merupakan mutarzim Allah
aza wajala, dan dalam medan inilah Abu Yajid mengeluarkan perkataan yang
dikeluarkan ditengah-tengah sahabatnya yang sedang mengerumuninya. Ia
berkata سبحان اعظم مشأن , mereka diam, tidak berani kepadanya dan
mereka mengerti, bahwa dia sedang gaib dari selain Allah. Setelah dia siuman
dari mabuknya dan benar-benar “sembuh”, maka diberitahukan kepadanya mengenai
perkataan abu yazid yang mereka dengar. Abu Yajid berkata : “ saya tidak tahu
apa-apa”.
Adapun mengenai puncak dari maqam musyahadah, dalam
jawahir al-ma’ani dijelaskan :
وغا
ية المشا هدة ينمحق الغير والغيريّة فليس الا الحق بالحق للحق عن الحق فلا علم ولا
رسم ولا عقل ولاوهم ولاحنيل ولا كيفية ولا كمية ولا نسبة
Artinya: “Tidak terasanya yang lain (selain Allah,
al-Gairiyah) baginya (murid) tidak ada yang lain kecuali haqq, bi-al-haqq, li
al-haq dan ‘an alhaq “. Karena itu, baginya tidak ada ilmu rasm,
aqal, kaifiyyah, kammiyah, dan nisbah pun tidak ada”.
Penjelasan tentang batin al-uluhiyah, adalah
bagi golongan siddiqin dan arifin. Mereka menembus Hijab-hijab
zahir dan masuk ke batin al-uluhiyah
sampai kepada martabat haqq al yaqin (waktu itu) bagi
mereka, alam semesta ini, tak lain kecuali merupakan sifat-sifat Allah SWT dan asma-Nya. Hal ini
dalam kenyataan bukan sekedar kenyataan bukan sekedar kepercayaan. Lalu Allah
SWT Tajallli kepadanya dengan batin asma dan sifat-sifatnya. Maka mereka tidak
merasakan lingkungan basyariah (kemanusiaan) dan jadilah semua harakah dan
diamnya, semua perobahannya, semua perbuatan dan perkataannya dengan Allah SWT
semata. Dan semua urusan mereka kepunyaan Allah SWT, dalam kekuasaan Allah SWT,
dari kehendak Allah SWT: artinya mereka mati (tidak merasakan) dari selainnya.
Inilah batas terkahir martabat golongan siddiqin. Mereka tidak mempunyai
keinginan sampai kepada martabat yang ada dibelakang ini.
Aku berwasiat untukku dan para ikhwan untuk selalu
menjaga al-Qur'an dan as-Sunnah baik secara zahir maupun batin. Sibukkanlah
diri untuk belajar dan mengamalkan ilmu khususnya yang berkaitan dengan adab
suluk menuju Allah. Bacalah selalu al-Qur'an. Syeikh menganjurkan agar minimal
dalam satu hari dapat membaca dua hizb atau satu juz.
Bermu'amalahlah dengan baik antara sesama kita, antara
kita dan Allah, antara kita dengan nafsu, dan antara kita dan ikhwan. Karena
menyakiti ikhwan sama halnya dengan menyakiti Nabi Saw. Peliharalah diri kita
dari hal-hal yang dapat memutuskan kita dengan Allah SWT dan Nabi Muhammad Saw
serta para masyaikh terutama hal-hal yang membawa kepada kekufuran dan
dosa-dosa besar yang menjerumuskan kita kepada suul khotimah( Na'udzubillahi
min dzalika) seperti memusuhi para Auliya' Allah, riba, durhaka kepada
orang tua, zina dan lainnya yang telah ditertera didalam al-Qur'an dan
as-Sunnah.
Syekh Ahmad Attijani berkata dalam kitab Jawahirul Ma’any hal 115-2-)
“Ketahuilah olehmu bahwasanya nash yang
jelas, dan kasyaf (keterbukaan) yang shahih adalah bimbingan dari bimbingan
Rasulullah yang tidak pernah berselisih dan tidak ada batasan waktu dan
materinya. Keduanya (nash
yang jelas dan kasyaf yang shahih) adalah
satu kesatuan. Karena nash yang jelas itu berasal dari Nabi Muhammad SAW baik
Al Qur’an dan Al Hadist”.
Sungguh telah mengkabarkan padaku Rasululloh saw :
tiada perantara antaramu dan antara Alloh kecuali akulah perantaranya. dan
tiada penghubungmu yang lebih baik disisi Alloh kecuali berada ditanganku maka,
dari itu tinggalkan amalanmu seluruhnya dan keutamaannya dulu yang engkau
pernah ambil dari para masyayikh.
Saiyidi Syeih Ahmad Attijaniy ra, berkata: “Saiyidul -
Wujud memberitahukan kepadaku, bahwa semua orang yang cinta padaku, dia kekasih
Nabi SAW. dan tidak mati kecuali dia menjadi Waly dengan pasti. (Rimaah :
2/42).
Maka Saiyidul-Wujud SAW. Bersabda pada Saiyidi Syeih
Ahmad Attijaniy ra : “Kamu adalah pintu keselamatan semua orang durhaka yang
mencintai kamu . (Rimaah: 2/40).
Bersabda kepadaku Saiyidul - Wujud SAW. : “ Kamu
tergolong orang–orang yang selamat, kamu kekasihku dan semua orang yang
mencintamu adalah kekasihku, orang–orang fakirmu adalah arang-orang fakirku dan
sahabatmu, sahabatku dan semua yang mengambil wiridmu di merdekakan dari api
neraka. (Rimaah : 2/42).
Kemudian Saiyidi Syeikh Ahmad Attijaniy berkata : “
Dan ini semuanya terjadi (antaraku dengan Saiyidul–Wujud SAW. ) dalam keadaan
jaga dan tidak dalam tidur. (Rimaah :2/42).
Kemudian berkatalah Saiyidi Syeikh Ahmad Attijaniy
memberi peringatan dan petunjuk pada sahabat–sahabatnya : “ Aku berkata pada
kalian, bahwa Saiyidul–Wujud SAW . menjamin kami, barang siapa mencela kami dan
tetap begitu dan tidak taubat, maka dia takkan mati melainkan mati kafir.
(Jawaahirul–Ma’aniy : 1/133).
Dan aku berkata kepada Ikhwan : “ Barang siapa
menggambil wirid kami dan mendengar apa yang ada di dalamnya yang antara lain
masuk surga tanpa hisab dan tanpa siksa dan menjerumuskan dirinya dalam maksiat
pada Allah SWT. Disebabkan apa yang dia dengar itu dan menjadikan batu
loncatan untuk merasa aman dari siksa Allah SWT. Dalam menndurhakai-nya, maka
Allah SWT. Menyelubungi hatinya membenci kami yang akhirnya dia mencela kami.
Apabila dia mencela kami, Allah SWT. Mematikan dia dengan mati kafir. Karena
itu, berhati-hatilah dari mendurhakai Allah SWT. Dan dari siksanya.
(Jawaahirul-Ma’aniy : 1/133-134).
Sholawat Fatih penghapus dosa ghibah
Sesungguhnya Saidi Syekh Ahmad Tijani ra., menulis jawaban
kepada Saidi Ad Dimrowi ra ketika ia menanyakan tentang masalah ghibah dan
kebusukan yang terkandung didalamnya daripada hak-hak seseorang. (dalam tulisan
jawaban itu) ; “Bacalah sholawat fatih lima ugliqo lalu engkau ucapkan, pahala
yang terkandung dalam sholawat fatih ini aku tujukan hadiyahnya kepada setiap
orang, yang aku ghibah baik secara sengaja/tidak sengaja, secara kezaliman,
diambil hak-haknya, atau masalah hutang, maka, ia akan menemui Aku (disebabkan
bacaan sholawat fatih) pada yaumil qiyamah diantara dua tangannya keluar
seperti keluar dari perut ibu sehingga diberi ketetapan olehku pada pijakan
tanah (ketika ia keluar).
‘yaa Alloh terimalah dariku ini dan sampaikanlah
pahala (sholawat fatih) kepada mereka (yang aku ghibahi) bagian-bagian hak-hak
mereka seukuran nasib dan bagian-bagian mereka dalam hak (ketika dighibah)
secara sengaja, kezaliman, menyangkut perhutangan, dan hak-hak (Kasful Hijab
Aman Talaqi ma’a Syekh At Tijani minal Ashab, Sekirej ra)
Tak ada karunia bagi seorang
mahluk pun dari guru-guru Thariqat atas kamu. Maka akulah wasitho/perantara dan
pembimbing-pembimbingmu dengan sebenar-sebenarnya (Oleh karena itu), maka
tinggalkanlah apa yang telah kamu ambil dari semua Thariqal.
“Perbedaan pendapat (khilaf) para mujtahid ada dalam
batas ungkapan
“Hakikat hukum syara’ adalah hukum (khitab) dari Allah
yang berkaitan dengan perbuatan mukallaf. Nash-nash kitab Ilahiyah jelas-jelas
merupakan Firman Alloh yang hak, seperti Alqur’an, Injil, Taurat dan Zabur.
Tekkunilah Thariqal ini tanpa khalwat dan tanpa
menjauh dari manusia sampai kamu mencapai kedudukan yang telah dijanjikannya
padamu, dan kamu tetap di atas perihalmu ini tanpa kesempitan, sonder
susah-susah dan tidak banyak berpayah-payah, dan tinggalkanlah semua para Waly
!
Saiyidul-Wujud SAW. memberitahukan kepadaku, bahwa
akulah Alquthbul-Maktuum, (pemberitahuan itu) dari Saiyidul-Wujud kepadaku
dengan musyafahah/berbicara langsung/yaqdhah /dalam keadaan jaga, tidak dalam
keadaan tidur.
Saya adalah Saiyidul-Auliyaa’
sebagaimana abi Muhammad SAW. adlah Saiyidul-Anbiyaa’.
Bahwa semua limpahan anugrah
yang melimpah dari dzat Saiyidul-Wujud diterimanya oleh dzat para Nabi As. Dan
semua anugrah yang berlimpah dan memancar dari dzat para Nabi diterimanya oleeh
dzatku dari aku limpahan anugrah itu menyebar kepada semua makhluk.
Sejak terjadinya alam sampai ditiupnya
sangkakala dan aku diberi beberapa ilmu khususiyah antara ku dan
antara Saiyidul-Wujud yang disampaikan kepadaku dengan
musyafahah/berbicara lansung (tidak ada yang tahu kecuali Allah SWT),
tanpa perantara.
Bahwa Saiyidul-Wujud memberitahukan pada beliau
yaqdhah/dalam keadaan jaga, bahwa dia (S. Syeikh Ahmad Attijaniy) adalah Waly
Khatam Al-Muhammady yang telah dikenal di kalangan semua Waly Quthub dan Shidiqqin,
bahwa kedudukannya tidak ada lagi kedudukan di atasnya tentang hamparan
ma’rifat kepada Allah SWT. dan bahwa Waly Khatam inilah yang
menerima semua apa yang berlimpah dari dzat para Nabi As. Dari
beberapa pemberian, dan dia yang memberikan pemberian-pemberian itu kepadda
semua Waly-Waly sekalipun mereka tidak mengetahuinya. (Alkhulaashatul-waafiyah
:76).
“Kebaikan seluruhnya ada dalam mengikuti sunah dan
kejelekan seluruhnya ada dalam menyalahinya.”
Beliau juga berkata: “Ketahuilah ! Sesungguhnya jalan
yang lurus (shirathal mustaqim) adalah Nabi SAW. Dikatakan demikian karena Nabi
adalah jalan yang terbentang menuju kepada Alloh. Tidak seorang pun akan sampai
ke Hadirat Qudus (Alloh), menyelami rahasia-Nya dan memperoleh cahaya-Nya
kecuali dengan berjalan atas shirathal mustaqim. Nabi adalah pintu dan jalan
yang lurus (shirathal mustaqim) menuju kepada Alloh. Orang yang ingin masuk
menemui Alloh SWT dalam Hadirat-Nya yang Agung dan Suci tetapi berpaling dari
kekasih-Nya (Nabi SAW), maka akan tertolak, terlaknat, tertutup jalan dan
pintunya dan akan dikembalikan kedudukannya dari manusia yang beradab ke dalam
kelompok hewan.
Bismillahirrahmanirrahim Allahumma Shalli Ala
Sayyidina Muhammad Al Fatihi Lima Ughliq Wal Khotimi Lima Sabaq Nashiril Haqqi
Bil Haqq Wal Haadi Ila Shirotikal Mustaqim Wa Ala Aalihi Haqqo Qodrihi Wa
Miqdarihil Azhim
Terjemahan sederhana dari Jawahiru
al Ma'ani Juz 1 Hal 95/96
Syaikh kita yang paling tercinta yakni Syaikh Ahmad
Tijani RA berkata bahwasanya Allah Subhanahu Wa Taala meliputi seorang hamba,
ketika si hamba diciptakan dengan sifat kelemahan dan ketidakmampuan dalam
gerak dan diamnya dan dalam semua keadaan-keadaannya. Seperti contoh Apabila si
hamba duduk dalam waktu yang lama maka dia akan lelah/bosan dalam keadaan duduk,
apabila si hamba berdiri maka dia akan lelah/bosan berdiri jika dalam waktu
yang sangat lama, jika tidur terlalu lama maka dia akan lelah tidur dan jika
terjaga terlalu lama maka dia harus tidur, dan jika si hamba belajar terlalu
lama maka dia akan capek belajar. Dan jika ia makan maka
sebenarnya dia dibebani dengan penuhnya makanan (diperutnya), dan jika ia tidak
makan maka (sebaliknya) dia akan merasa lapar dan seterusnya. Maka inilah
keadaan si hamba yang selalu berada dalam keadaan butuh akan Tuhannya, dan dia
menyadari dan mengakui bahwa Allah itu Maha Berkuasa dan Berdiri Sendiri,
sehingga si hamba tidak akan bergantung kepada apapun dan siapapun, dan
kemudian hanya kembali kepada Tuhannya sendiri. Dan inilah cara Tuhab sehingga
mahluk mengenal-Nya dan kembali pada-Nya
Syeikh RA juga menyampaikan bahwa manusia mengenal Tuhannya dengan belajar dari
keadaan-keadaan yang dia alami, bahwasanya manusia senantiasa mengalami
kesusahan dan kesenangan, hidup yang bahagia dan permasalahan dan lelah, rasa
takut dan aman, sakit dan sehat dan kemudian hati juga berubah menjadi sempit
dan lapang, yakin dam putus asa. Syeikh RA juga menyampaikan bahwa : Andaikan
manusia tahu bahwa sesungguhnya mereka akan lebih senang berada dalam kesusahan
dibanding berada dalam kesenangan. Karena sudah tabiatnya jika manusia dalam
keadaan senang maka dia akan lupa Tuhannya. Namun apabila kesusahan dan
permasalahan datang, maka permasalahan tersebut yang mendorong manusia kembali
kepada Tuhan mencari pertolongan dan keselamatan. Ketika manusia berada dalam
keadaan susah maka dia (biasanya) tidak akan lupa akan Tuhannya, kebalikannya
jika berada dalam kesenangan maka dia (biasanya) lupa akan Tuhannya. Oleh
karena itu manusia yang berada dalam kesusahan (sebenarnya) lebih baik karena
dia berada dalam keadaan meminta-minta di pintu Tuhannya untuk mengangkat
kesusahannya.
Dan apabila manusia ditimpa bahaya dia berdoa kepada
kami dalam keadaan berbaring, duduk atau berdiri, tetapi setelah kami hilangkan
bahaya itu dari padanya, dia (kembali) melalui (jalannya yang sesat),
seolah-olah dia tidak pernah berdoa kepada kami untuk (menghilangkan) bahaya
yang Telah menimpanya., (Yunus:12).
Syeikh RA juga menyampaikan bahwa Allah menguji
hambanya dengan kemiskinan kemudian diberinya keringanan dari kemiskinan dengan
suatu rizki yang tidak murni kehalalannya. Dan jika si hamba sabar menghadapi
ujian kemiskinan maka Allah akan memberi keterbukaan dan jalan keluar sehingga
si hamba tidak akan pernah lagi merasakan kemiskinan.
Shaykh Abil Abbas Ahmed Tijani
(radliyallahu anhu) berkata : Berhati-hatilah dan berhati-hatilah dari
mencampur adukkan awrad, karena mengamalkan zikir-zikir secara berulang-ulang
dan berlebih-lebihan akan merusak pikiran si murid, sebagaimana dijelaskan oleh
kalangan ahli sufi. Oleh karena itu akan lebih baik bagi si murid untuk memiliki hanya satu jalan dalam wiridan
dan satu panduan arah untuk di ikuti.
Syeikh menyatakaan hijab yang tersingkap adalah
165.000 hijab. Maka batinnya dipenuhi oleh cahaya Tauhid dan Irfan.
Ketika diajukan pertanyaan kepada Syeikh Ahmad
At-Tijani tentang, “Apakah arti Al-Maktum ?” Beliau menjawab:
“Ialah seorang wali yang disembunyikan oleh Alloh SWT
dari seluruh makhluk. Termasuk dari para malaikat dan para nabi. Kecuali kepada
Rasululloh SAW. Rasululloh mengetahui dirinya dan keadaannya. Ia memperoleh
tiap kesempurnaan ilahiyah yang ada pada seluruh wali”
Al-Maktum secara etimologi berasal dari ك – ت – م . Artinya yang dirahasiakan dan
tersembunyi. Sedangkan al-maktu-m secara istilah, sebagimana dalam Bughyah: 147
adalah seorang wali kutub yang dirahasiakan dan disembunyikan sosoknya oleh
Alloh SWT dari seluruh makhluk. Kecuali Rasululloh SAW. Pemilik kedudukan ini
mutlak pilihan Alloh SWT.
Al-maktu-m adalah kedudukan yang sangat khusus dan
tertinggi. Tidak ada kedudukan lagi di atasnya dari beberapa kedudukan arifin
dan shidiqin kecuali kedudukan sahabat. Kedudukan suhbah (sahabat) merupakan
kedudukan yang tidak dapat dilampaui keutamaannya kecuali oleh para nabi.
Dalam Al-Jami’ Lima Af-taraa Min Durari Al-‘Ulu-m
Wal Fa-idhatu Min Bahri Al-Quthbi Al-Maktu-m, Sayid Muhammad bin Al-Misyri
As-Saba-ihi, salah seorang khasanah rahasia Syeikh Ahmad At-Tijani menjelaskan:
“Kesimpulannya adalah bahwa sebagaimana hakikat sosok Nabi Muhammad SAW yang hanya
diketahui oleh Alloh SWT dan Nabi sendiri. Artinya tidak diketahui oleh seluruh
nabi dan rasul lainnya. Demikian pula al-quthbu al-maktum. Hakikat sosoknya
disembunyikan tidak diketahui oleh seorang pun kecuali Alloh SWT dan Rasululloh
SAW. Dan Alloh memperlihatkan kepada pemiliknya. Tidak ada jalan kepada para
wali lainnya melihat kedudukan tersebut.
Kedudukan al-maktum itu diberikan oleh Rasululloh SAW
kepada Syeikh Ahmad bin Muhammad At-Tijani. Dalam hal ini, Syeikh Ahmad bin
Muhammad At-Tijani memperoleh tiga penobatan oleh Rasululloh SAW, yaitu:
1. Kedudukan Al-Quthbaniyah Al-Udzma (kutub terbesar).
Yaitu pada awal-awal Muharrom 1214 H.
2. Kedudukan Khatimah Al-Muhammadiyah (penutup
kewalian yang secara sempurna mengambil asror Nabi Muhammad SAW) pada hari yang
sama.
3. Kedudukan Al-Katimah Al-Khash (wali khos yang
tersembunyi). Yaitu pada tanggal 18 Shafar 1214.
Sebagian di antara keistimewaan kedudukan al-maktum
adalah bahwa Al-Haq bertajalli 100.000 kali dalam kejap pertamanya. Di mana
dalam satu tajalli diberikan 100.000 macam anugerah seperti yang diberikan
kepada penduduk sorga. Kemudian dalam kejap selanjutnya diberikan kesabaran
menghadapai beberapa tajalli-Nya. Demikian terus menerus tanpa ada batasnya.
Al-maktum juga merupakan sumber Faidh (cucuran rahmat)
yang berupa Imdad (pertolongan) yang dilakukan oleh para qutub untuk seluruh
alam semesta. Tanpa disadari karena adanya penghalang/hijab, para qutub telah
mengambil perantaraannya dalam memberikan Faidh .Al-maktum memberikan Faidh
Hakikatul Muhammadiyah kepada mereka dalam hidupnya. Nisbat para qutub dengan
al-maktum adalah seperti nisbat orang umum kepada qutub sendiri. Karena
kedudukan al-maktum dalam kegaibannya tidak diketahui oleh seorang pun. Baik di
dunia, maupun di akhirat.
Dalam kesempurnaan kedudukannya tidak bisa
dibandingkan dengan seluruh kedudukan lainnya. Seperti kedudukan Rasululloh SAW
yang mencakup seluruh kedudukan kenabian. Karena tidak ada seorang pun yang
mengetahui hakikatul muhammadiyah kecuali Alloh SWT. Demikian pula al-maktum.
Dia telah menjadi penolong pada seluruh wali dalam zaman dahulu dan zaman
kemudian. Hakikatnya tidak dapat diketahui siapa pun, kecuali Alloh dan
Rasululloh SAW.
Syeikh Ahmad bin Muhammad At-Tijani telah meminta
kepada Rasululloh SAW untuk mengumpulkan seluruh Kedudukan qutbaniyah dan
Fardaniyah. Rasululloh SAW mengabulkan permintaan tersebut dan menjaminnya.
Sebagaimana yang disampaikan Abul Mawahib Al-Arabi bin Sa-ih. Kedudukan
Fardaniyah merupakan kedudukan para shadiqin dan kenabian (di luar risalah) dan
lainnya. Dalam arti dalam dirinya terkumpul segala hal yang telah dikhususkan
untuk mereka. Bersamaan dengan itu melebihi mereka dari sisi lainnya. Yaitu
dari sisi jami’nya.
Syeikh Ahmad bin Muhammad At-Tijani menerangkan
tentang hakikat wilayah. Bahwa wilayah terbagi menjadi dua, yaitu: Wilayah
‘A-mmah (umum) dan Wilayah Khosh-shoh (khusus). Wilayah ‘a-mmah ialah wilayah
sejak Nabi Adam a.s. sampai Nabi Isa a.s.. Sedangkan Wilayah Khosh-shoh ialah
sejak Rasululloh Saw sampai Al-Khatmu (penutup). Arti dari khosh-shoh adalah
wali yang berakhlak dengan akhlak Al-Hak yang berjumlah 300 akhlak secara
sempurna. Sebagaimana sabdanya:
Sesungguhnya Alloh memiliki 300 akhlak. Siapa yang
berakhlak dengan salah satunya, maka Alloh memasukkannya ke dalam sorga.
Syeikh Ahmad bin Muhammad At-Tijani. Adalah seorang
waliyulloh yang agung dengan predikat Al-Quthbaniyatul Udzma Al-Kamil Al-Jami’.
Beliau telah dikukuhkan sebagai Khatm Al-Auliya oleh Rasululloh SAW secara langsung.
Syeikh Ahmad bin Muhammad At-Tijani mengatakan bahwa
Sayid Al-Wujud (Rasululloh SAW) telah mengabarkan kepadanya dalam keadaan jaga
bahwa dirinya adalah Al-Khatim Al-Muhammadi yang telah diketahui seluruh wali
kutub dan shidiqin. Bahwa tidak ada lagi maqam di atasnya dalam persoalan
samudra Ma’rifat Billah.
Beliau juga mengatakan, “Sayid Al-Wujud (Rasululloh
SAW) telah memberitahukan kepadaku bahwa sesungguhnya diriku adalah Al-Quthb
Al-Maktum darinya dengan musyafahah (berhadapan) dalam keadaan jaga, bukan
dalam keadaan tidur.”
Ketika diajukan pertanyaan kepada Syeikh Ahmad
At-Tijani tentang, “Apakah arti Al-Maktum ?”. Beliau menjawab, “yaitu wali yang
disembunyikan oleh Alloh SWT dari seluruh makhluk. Termasuk dari para malaikat
dan para nabi. Kecuali kepada Rasululloh SAW. Rasululloh mengetahui dirinya dan
keadaannya.”
Syeikh Ahmad bin Muhammad At-Tijani berkata: Saya adalah sayidul auliya seperti halnya Nabi
Muhammad SAW adalah sayidul anbiya.
Dalam Ad-Durr
Al-Mandhum, Beliau menegaskan posisinya dalam berbagai surat-suratnya kepada beberapa sahabatnya, “Sesungguhnya kedudukan
kami di sisi Alloh di akhirat tidak dapat dicapai oleh seorang wali pun sejak
berakhirnya masa sahabat sampai ditiupnya sangkakala. Tidak seorang wali pun
yang dapat menyusul kedudukan kami atau mendekatinya. Karena memang sangat jauh
dari beberapa tujuannya. Saya tidak berkata demikian kecuali setelah kudengar
langsung secara hak dari Rasululloh SAW. Tidak ada seorang wali pun yang dapat
memasukkan seluruh sahabatnya ke sorga tanpa hisab dan siksa, meskipun
melakukan dosa dan maksiat kecuali hanya diriku. Dan Rasululloh SAW telah
menanggung perkara mereka, yang tidak dapat kuterangkan. Perkara ini tidak
dapat dilihat dan diketahui kecuali di akhirat. Bersamaan dengan ini semua, bukan
berarti kami meremehkan kemuliaan sa-da-tu l-auliya. Kami pun tidak merendahkan
keagungannya. Maka agungkanlah kemuliaan para wali yang hidup atau pun yang
telah wafat. Sesungguhnya siapa yang mengagungkan kehormatan mereka, maka Alloh
akan mengagungkan kehormatannya. Dan siapa yang merendahkan mereka, maka Alloh
menghinakannya dan murka kepadanya. Janganlah kalian meremehkan kehormatan para
wali.”
Syeikh ahmad ra berkata, ruh Syeikh Ali Harozim masuk
kealam ghoib, dan orang-orang menyangka bahwa ia telah mati, lalu merekapun
menguburnya hidup-hidup, dan seandainya mereka tidak menguburnya, niscaya
mereka akan mendengarkan penjelasannya tentang rahasia ilmu dan makrifat yang
tidak akan pernah mereka dapatkan dari kitab.
Syeikh Ahmad berkata : “Siapa diantara kalian yang
melihat ada orang yang membawa rokok didalam majlis wirid wazhifah, usirlah
orang-orang itu!”
Syeikh Ahmad ra
sangat mencintainya dan banyak menaruh perhatian kepadanya, bahkan beliaupun
pernah berkirim surat wasiat kepada Sayyid Mahmud At-Tunisy ra di antaranya
adalah :
Surat ini ditujukan
kepada kekasih kami
Sayyid mahmud
At-Tunisyah ra
Assalamu’alaikum
warohmatullahi wabarokatuh.
Kamu pernah bertanya
kepadaku tentang wirid wazifah ?
Dengarkan dan
perhatikanlah jawabanku ini :
Aku berwasiat
kepadamu, janganlah sekali-kali kamu meninggalkan wirid wazifah, sebab barang
siapa yang meninggalkan wirid wazifah, maka ia telah kehilangan satu kebajikan
dan satu keuntungan yang sangat besar bahkan tak ada satu amalanpun yang dapat
menggantikan keagungannya.
Dan sebaiknya, kamu
mengamalkan wirid wazifah secara berjamaah, karena hal itu lebih utama dan
lebih besar fadillahnya tapi jika kamu tidak mendapatkan seorang ikhwan yang
dapat diajak berjamaah, maka kerjakaanlah sendiriian, dan kerjakanlah satu kali
dalam sehari semalam. Awas, jangalah sekali-kali kamu meninggalkan wirid
wazifah, walaupun cuma satu kali. Dan barang siapa yang mendapatkan seorang
ikhwan yang dapat diajak berjamaah, tapi ia mengerjakannya seindirian maka ia
telah melakukan kesalahaan dan kekeliruan yang besar. Sekian.
Sulthonul A’rifin
Sayyidis Syeikh Ahmad bin muhammad At-Tijany ra pernah berpesan kepada semua
ikhwan: “Didalam ajaran tarekat kami, ada tata cara berziarah kepada Rosululloh
saw, yaitu dengan membaca sholawat jauharotul kamal sebanyak 20 kali dengan
niat berjiarah kepada Nabi, karena pada saat bacaan yang ke 7, beliau hadir
mendatangi kita dengan wujud zatnya yang mulia dan terus duduk bersama kita
hingga bacaan kita selesai. Apa bila kita mengamalkannya maka sama seperti kita
berziarah langsung ke makamnya di roudhoh Syarif Madinah dan kita pun
mendapatkan ganjaran pahala seperti berziarah kepada seluruh wali di dunia ini,
baik yang masih hidup maupun yang sudah meninggal dunia. bahkan Allah swt akan
memberikan pahala yang sangat besar dan tak ternilai kadarnya, tapi semua
ganjarannya itu di rahasiakan dan tidak di jelaskan kadarnya di dunia, dan baru
akan kita ketahui nanti di negeri akhirat”.
Syeikh Ahmad ra berkata
: “Wajib bagi kalian semua untuk menjaga adab apabila sedang berhadapan dengan
Syeikh (guru), karena sesungguhnya seseorang akan naik derajatnya dididik Allah
jika ia menjaga adab, dan akan hina kedudukannya bila ia meremehkan adab. Dan
ketahuilah wahai saudaraku, apabila aku memberikan keringanan kepadamu, maka
sulit bagimu untuk mendapatkan martabat yang mulia bila kamu tidak mengamalkan
adab”. murid untuk memiliki hanya
satu jalan dalam wiridan dan satu panduan arah untuk diikutimurid untuk
memiliki hanya satu jalan dalam wiridan dan satu panduan arah untuk diikuti.