A. Al Manak Arab Pra Hijriyah
Sebelum datangnya Islam, di tanah
Arab dikenal sistem kalender berbasis campuran antara Bulan (qamariyah)
maupun Matahari (syamsiyah). Peredaran bulan digunakan, dan untuk
mensinkronkan dengan musim dilakukan penambahan jumlah hari
(interkalasi).
Pada waktu itu, belum dikenal penomoran tahun. Sebuah
tahun dikenal dengan nama peristiwa yang cukup penting di tahun
tersebut. Misalnya, tahun dimana Muhammad lahir, dikenal dengan sebutan
"Tahun Gajah", karena pada waktu itu, terjadi penyerbuan Ka'bah di
Mekkah oleh pasukan gajah yang dipimpin oleh Abrahah, Gubernur Yaman
(salah satu provinsi Kerajaan Aksum, kini termasuk wilayah Ethiopia). Di
kalangan bangsa Arab sendiripun ada berbagai-bagai kalendar yang
digunakan seperti Kalendar Tahun Gajah, Kalendar Persia, Kalendar Romawi
dan kalendar-kalendar lain yang berasal dari tahun peristiwa-peristiwa
besar Jahiliah.
Ketika Nabi Muhammad saw., diangkat menjadi Rasul
Allah, walaupun belum ada penanggalan almanac secara tertulis namun,
penyebutan bulan-bulan pada hijriyah dan jumlah bulan sudah ada pada
jamannya sesuai dengan wahyu yang beliau terima juga sabda-sabdanya
dalam hadits.
Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ
عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ
خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ
الدِّينُ الْقَيِّمُ فَلَا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ
Artinya
”Sesungguhnya
bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan
Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan
haram (suci). Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu
menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu.” (QS. At Taubah: 36).
Dua
belas bulan yang diterangkan dalam ayat ini adalah bulan-bulan yang
sudah diketahui oleh kebanyakan kaum muslimin. Yaitu Muharam, Shafar,
Rabi’ul Awwal, Rabi’ul Akhir, Jumadil Awwal, Jumadil Akhir, Rajab,
Sya’ban, Ramadhan, Syawal, Dzulqadah dan Dzulhijjah.
Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,
الزَّمَانُ
قَدِ اسْتَدَارَ كَهَيْئَتِهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَوَاتِ
وَالأَرْضَ ، السَّنَةُ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا ، مِنْهَا أَرْبَعَةٌ
حُرُمٌ ، ثَلاَثَةٌ مُتَوَالِيَاتٌ ذُو الْقَعْدَةِ وَذُو
الْحِجَّةِ وَالْمُحَرَّمُ ، وَرَجَبُ مُضَرَ الَّذِى بَيْنَ
جُمَادَى وَشَعْبَانَ
Artinya
”Setahun berputar sebagaimana
keadaannya sejak Allah menciptakan langit dan bumi. Satu tahun itu ada
dua belas bulan. Di antaranya ada empat bulan haram (suci). Tiga
bulannya berturut-turut yaitu Dzulqo’dah, Dzulhijjah dan Muharram. (Satu
bulan lagi adalah) Rajab Mudhor yang terletak antara Jumadil (akhir)
dan Sya’ban.” Jadi empat bulan suci yang dimaksud adalah Dzulqo’dah,
Dzulhijjah, Muharram dan Rajab.
Salah satu bukti terhadap hal ini
adalah adanya perintah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam kepada
para sahabatnya untuk melihat hilal dalam menentukan bulan Ramadhan dan
Syawwal. Sebagaimana dalam hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar,
beliau mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
قَالَ
النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَوْ قَالَ قَالَ أَبُو
الْقَاسِمِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صُومُوا لِرُؤْيَتِهِ
وَأَفْطِرُوا لِرُؤْيَتِهِ فَإِنْ غُبِّيَ عَلَيْكُمْ فَأَكْمِلُوا عِدَّةَ
شَعْبَانَ ثَلَاثِينَ
Artinya
“Apabila kalian melihatnya (hilal)
maka berpuasalah, dan apabila kalian melihatnya maka berbukalah. Namun
bila mendung menghalangi kalian, perkirakanlah.” (Muttafaqun ‘alaih)
Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,
أَفْضَلُ
الصِّيَامِ بَعْدَ رَمَضَانَ شَهْرُ اللَّهِ الْمُحَرَّمُ
وَأَفْضَلُ الصَّلاَةِ بَعْدَ الْفَرِيضَةِ صَلاَةُ اللَّيْلِ
Artinya
”Puasa
yang paling utama setelah (puasa) Ramadhan adalah puasa pada syahrullah
(bulan Allah) yaitu Muharram. Sementara shalat yang paling utama
setelah shalat wajib adalah shalat malam.”
Rasulullah saw., bersabda :
فَقَالَ
الشَّهْرُ هَكَذَا وَهَكَذَا وَهَكَذَا ثُمَّ عَقَدَ إِبْهَامَهُ فِي
الثَّالِثَةِ فَصُومُوا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوا لِرُؤْيَتِهِ فَإِنْ
أُغْمِيَ عَلَيْكُمْ فَاقْدِرُوا لَهُ ثَلَاثِينَ
Artinya
”Bulan
itu begini dan begitu, kemudian beliau menekuk salah satu jempolnya yang
ketiga, maka berpuasalah, dan apabila kalian melihatnya maka
berbukalah. Namun bila mendung menghalangi kalian, maka, perkirakan
dengan 30 hari ”(HR. Muslim).
Maksud hadits diatas sebulan itu ada yang 29 hari dan beliau juga pernah menunjukkan jari 10 tiga kali berarti ada 30 hari.
B. Lintasan Sejarah Al Manak Hijriyah
Ketika
sahabat Rasulullah saw., yakni, Abu Bakar Sidik wafat, Ibu Kota Negara
Madinah sebagai pusat kendali kepemimpinan dilimpahkan kepada Amirul
Mukminin Umar Bin Khathab. Seiring beliau menjabat sebagai Kepala
Negara hingga tahun ke lima beliau menerima surat dari seorang Gubernur
di Negeri Kuffah yakni Musa Al As’ari Gubernur Kuffah, adapun isi
suratnya adalah sebagai berikut :Artinya: Telah menulis surat Gubernur
Musa Al As’ari kepada Kepala Negara Umar bin Khothob. Sesungguhnya telah
sampai kepadaku dari kamu beberapa surat-surat tetapi surat-surat itu
tidak ada tanggalnya.
Akhirnya, pada tahun 638 M (17 H), Khalifah
Umar bin Khathab mengumpulkan para tokoh, ahli perbintangan dan para
shahabat yang ada di Madinah. Didalam musyawarah itu membicarakan
rencana pembuatan Almanak Islam. Muncul berbagai pendapat dikalangan
sahabat yang bermusyawarah, yaitu :
• Pendapat pertama berpandangan bahwa bahwa pembuatan tarikh/almanak Islam dimulai dari tahun kelahiran Nabi Muhammad SAW.
• Pendapat kedua berpandangan bahwa pembuatan almanac dimulai pengangkatan Nabi Muhammad menjadi Rasul.
• Pendapat ketiga ketika Isro Mi’raj Rasulullah saw .
• Pendapat keempat ketika wafatnya Nabi Muhammad SAW.
•
Pendapat kelima berpandangan sebaiknya pembuatan diawali semenjak
hijrahnya Rasulullah dari Mekkah ke Madinah, ini merupakan pendapat
Saidina Ali.,
Namun silang pendapat ini tidak berjalan lama, setelah
sebagian besar dari kalangan sahabat seperti Umar, Utsman, dan Ali
radhiyallahu ‘anhum ajma’in sepakat, bahwa tahun baru Islam dimulai dari
bulan Muharram kemudian kalender Islam tersebut dinamakan Tahun
Hijriyah. Setelah ditentukannya awal perhitungan tahun Islam, terjadi
silang pendapat untuk menentukan bulan apa yang dipakai sebagai sebagai
permulaan tahun baru. Ada yang berpendapat Rabi’ul Awwal, karena di
waktu itu dimulai perintah hijrah dari Makkah ke Madinah. Pendapat lain
mengatakan bulan Ramadhan, karena di bulan itu diturunkannya Al-Qur’an.
Kenapa
bulan muharam merupakan awal bulan pada tahun hijriyah ? Pada bulan
Muharam itu banyak hal-hal atau aktifitas yang diharamkan. Di antaranya
tidak boleh mengadakan peperangan, kecuali dalam keadaan diserang maka
diperbolehkan melawannya, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,
وَاقْتُلُوهُمْ
حَيْثُ ثَقِفْتُمُوهُمْ وَأَخْرِجُوهُمْ مِنْ حَيْثُ أَخْرَجُوكُمْ
وَالْفِتْنَةُ أَشَدُّ مِنَ الْقَتْلِ وَلَا تُقَاتِلُوهُمْ عِنْدَ
الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ حَتَّى يُقَاتِلُوكُمْ فِيهِ فَإِنْ قَاتَلُوكُمْ
فَاقْتُلُوهُمْ كَذَلِكَ جَزَاءُ الْكَافِرِينَ
Artinya
“Dan
bunuhlah mereka di mana saja kamu jumpai mereka, dan usirlah mereka dari
tempat mereka telah mengusir kamu (Makkah), dan fitnah itu lebih besar
bahayanya dari pembunuhan. Dan janganlah kamu memerangi mereka di
Masjidil Haram, kecuali jika mereka memerangi kamu di tempat itu. Jika
mereka memerangi kamu (di tempat itu), maka bunuhlah mereka. Demikianlah
balasan bagi orang-orang kafir.” (Al-Baqarah: 191)
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
الشَّهْرُ
الْحَرَامُ بِالشَّهْرِ الْحَرَامِ وَالْحُرُمَاتُ قِصَاصٌ فَمَنِ
اعْتَدَى عَلَيْكُمْ فَاعْتَدُوا عَلَيْهِ بِمِثْلِ مَا اعْتَدَى
عَلَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ مَعَ
الْمُتَّقِينَ
Artinya
“Bulan haram dengan bulan haram, dan
pada sesuatu yang patut dihormati, berlaku hukum qishash. Oleh sebab itu
barangsiapa yang menyerang kamu maka seranglah ia seimbang dengan
seranganya terhadapmu. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa
Allah beserta orang-orang yang bertakwa.” (Al-Baqarah: 194) Dari
sinilah dikatakannya Muharram sebagai bulan haram .
Jika kita lihat
dari beberapa kalender yang menyebar di zaman kita, di sana tertulis
pengganti Muharram ini dengan istilah Syura. Kata ini pun sering kita
dengar di masyarakat awam. Wallahu a’lam, mungkin persepsi ini muncul
dari suatu hadits Rasulullah yang menerangkan keutamaan puasa di hari
Asyura. Para ulama bersilang pendapat, apakah kata Asyura merupakan
bahasa Arab atau bukan. Pendapat yang benar adalah kata ini didengar
dari bangsa Arab sehingga ia dikategorikan sebagai bahasa Arab. Kata
Asyura menurut sebagian berasal dari kata Asyir yang artinya kesepuluh
(hari kesepuluh di bulan Muharram).
Dari Ibnu Abbas, ia berkata,
“Bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berpuasa di hari
Asyura (kesepuluh) dan beliau memerintahkan untuk berpuasa padanya.”
C. Al Manak Hijriyah
Almanak Hijriyah dalam bahasa Arab: التقويم الهجري; at-taqwim
al-hijr), adalah 1). Penanggalan ; Kalender; 2). buku berisi
penanggalan dan karangan-karangan yang perlu diketahui umum, biasanya
terbit sekali setahun -- dinding penanggalan yang biasanya digantungkan
atau ditempelkan di dinding; -- pelayaran almanak untuk pelayaran,
berisi catatan tentang kejadian astronomi seperti posisi matahari,
bulan, planet, dan bintang setiap saat, siang dan malam sepanjang tahun.
1). Penanggalan yaitu Daftar Hari, Minggu, Bulan, Hari-Hari Raya dalam
setahun yg disertai dengan data keastronomian, ramalan cuaca.
Adapun
yang dimaksud Almanak Hijriyah atau Taqwim Hijriyah/Qomariyah, adalah
peristiwa penanggalan tahun dimana terjadi peristiwa Hijrah-nya Nabi
Muhammad dari Makkah ke Madinah, yakni pada tahun 622 M. Di beberapa
negara yang berpenduduk mayoritas Islam, Kalender Hijriyah juga
digunakan sebagai sistem penanggalan daftar hari, bulan, hari Raya,
waktu shalat, arah qiblat, gerhana, Hilal juga waktu dalam setahun yg
disertai dengan data keastronomian. Sedangkan almanak dalam arti buku
berisi penanggalan dan karangan yg perlu diketahui umum, biasanya terbit
tiap tahun -- dinding penanggalan yg biasanya digantungkan atau
ditempelkan di dinding; -- meja penanggalan yg biasanya ditaruh di atas
meja; -- pelayaran almanak untuk pelayaran yg berisi catatan tt kejadian
astronomi, spt posisi matahari, bulan, planet, dan bintang setiap saat,
siang dan malam sepanjang tahun. Kalender Islam menggunakan peredaran
bulan sebagai acuannya, berbeda dengan kalender biasa (kalender Masehi)
yang menggunakan peredaran matahari.
Terdapat perbedaan
pendapat pakar astronomi Islam dalam memberikan pengertian bahwa,
tanggal 1 hijriyah pada bulan Muharam adalah jatuh pada hari kamis
tanggal 15 Juli 622 M (kalender sistem Julian) atau tanggal 19 Juli
tahun 622 (Kalender Sistem Gregorian),. Hal ini didasarkan atas hisab,
sebab hilal pada hari Rabu 14 Juli 622 M sudah diatas ufuk 5 0 57’.
Adapun menurut perhitungan rukyat adalah hari Jum’at tanggal 16 Juli
622 M. Hal ini didasarkan atas rukyat walaupun hari Rabu tanggal, 14
Juli 622 M., hilal sudah irtifa’ diatas ufuk 5 0 57’ namun tidak ada
seorang pun yang melihat hilal.
Dalam Almanak Qamariyah, terdapat
12 bulan. Setiap bulan mengandungi 29 atau 30 hari, tetapi lazimnya
tidak dalam urutan yang tetap.. Adapun setahun ada yang dinamakan Tahun
Bashithoh yakni jumlah bulan 354 hari, juga ada yang dinamakan Tahun
Kabisat yakni jumlah bulan 355 hari. Dalam daur 30 tahunan ada 11 Tahun
kabisat adalah setiap tahun yang ketika dibagi 30 sisanya 2, 5, 7, 10,
13, 15,18, 21, 24, 26, dan 29. Sedangkan tahun basithah adalah setiap
tahun yang ketika dibagi 30 sisanya 1, 3, 4. 6, 8, 9, 11, 12, 14, 16,
17, 19, 20, 22, 23, 25, 27, 28, 30. Adapun untuk tahun-tahun yang
kurang dari 30, maka tahun-tahun tersebut dianggap sisa.
Pananggalan bulan dalam Hijriyah dihitung menurut ilmu hisab dan rukyat.
Ilmu Hisab sebagai alat untuk membantu proses merukyat hilal diakhir
bulan atau ketika Ijtima (konjungsi) nya matahari dan bulan. Penentuan
awal bulan (New Moon) ditandai dengan munculnya penampakan (visibilitas)
Bulan Sabit pertama kali (hilal) setelah bulan baru (konjungsi atau
ijtimak). Pada fase ini, Bulan terbenam sesaat setelah terbenamnya
Matahari, sehingga posisi hilal berada di ufuk barat. Jika hilal tidak
dapat terlihat pada hari ke-29, maka jumlah hari pada bulan tersebut
dibulatkan menjadi 30 hari (istikmal).
Sebagian umat Islam
berpendapat bahwa untuk menentukan awal bulan, adalah harus dengan
pengamatan hilal secara langsung (rukyatul hilal) Tidak ada aturan
khusus bulan-bulan mana saja yang memiliki 29 hari, dan mana yang
memiliki 30 hari. Semuanya tergantung pada penampakan hilal. Sebagian
yang lain lagi berpendapat bahwa penentuan awal bulan cukup dengan
melakukan hisab (perhitungan matematis), tanpa harus benar-benar
mengamati hilal. Metode hisab juga memiliki berbagai kriteria penentuan,
sehingga seringkali menyebabkan perbedaan penentuan awal bulan, yang
berakibat adanya perbedaan hari melaksanakan ibadah seperti puasa
Ramadan atau Hari Raya Idul Fitri.
Sistem Hisab Urfi atau
disebut juga dengan Hisab Istilahi berdasarkan siklus rata-rata sinodis
bulan 29.53059 hari., dihitung rata-rata hisab urfi dari :
(11) x 255) + (19 x 355) = 10.631 hari = 29.530556 hari
30 x 12 360
(bandingkan dengan satu bulan sinodis rata-rata = 29.53059 hari)
Kalender qamariyah biasanya digunakan untuk keperluan aktivitas
keagamaan yang memerlukan ketepatan hari yang bisa dilihat di alam
(Soal: Mengapa tidak dapat menggunakan kalender syamsiah?). Hampir semua
agama menggunakan kalender qamariyah. Agama Islam, Budha, dan Hindu
murni menggunakan kalender qamariyah dalam aktivitas keagamaannya,
misalnya Idul Fitri setelah bulan sabit pertama, Waisak saat bulan
purnama, dan Nyepi saat bulan mati. Kristen/Katolik, Yahudi, dan Kong Hu
Chu menggunakan sistem campuran, misalnya Paskah adalah hari Minggu
setelah purnama pada awal musim semi, Imlek adalah setelah bulan mati
pada musim hujan (Januari/Februari) .
Allah SWT berfirman :
هُوَ
الَّذِي جَعَلَ الشَّمْسَ ضِيَـاءً وَالْقَمَرَ نُورًا وَقَدَّرَهُ
مَنــَازِلَ لِتَعْلَـمُوا عَدَدَ السِّنِـينَ وَالْحِسَابَ مَا خَلَقَ
اللَّهُ ذَلِكَ إِلَّا بِالْحَقِّ يُفَصِّلُ الآيَـاتِ لِقَوْمٍ
يَعْلَمُونَ
Artinya
”Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar
dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat)
bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan
perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan
dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada
orang-orang yang Mengetahui”(QS. Yunus: 5).
Taqwim Hijriyah terdiri
dari 7 hari. Semua hari berawal dari terbenamnya matahari berbeda dengan
Kalender Masehi yang mengawali hari pada saat tengah malam. Berikut
adalah nama-nama hari: al-Ahad (Minggu), al-Itsnayn (Senin),
ats-Tsalaatsa' (Selasa), al-Arba'aa / ar-Raabi' (Rabu), al-Khamsatun
(Kamis), al-Jumu'ah (Jumat) dan as-Sabat (Sabtu).
Sumber Rujukan : Buku Pelajaran Ilmu Falak 1 Karya Budi Ali Hidayat, S.HI