Selasa, 01 April 2014

Murid dan Adab-adabnya

Istilah murid di dalam thoriqoh adalah sebutan yang diberikan kepada seseorang yang telah memperoleh talqin dzikir dari seorang guru mursyid untuk mengamalkan wirid-wirid tertentu dari aliran thoriqohnya. Atau dengan kata lain orang yang telah berbai’at kepada seorang guru mursyid untuk mengamalkan wirid thoriqoh. Dalam thoriqoh Tijaniyyah sebutan untuk para murid adalah “ikhwan.”

Di dalam dunia thoriqoh hubungan seorang murid dengan guru mursyidnya merupakan sesuatu yang sangat penting untuk diperhatikan, karena hubungan tersebut tidak hanya sebatas kehidupan dunia ini, tetapi akan terus berlanjut sampai di akhirat kelak. Bahkan dikalangan ahli thoriqoh ada keyakinan bahwa seorang mursyid mempunyai peranan yang sangat penting didalam menyelamatkan muridnya besok dikehidupan akhirat. Oleh karena itu, seorang yang ingin menjadi murid thoriqoh, hendaknya tidak sembarangan memilih guru mursyid. Bahkan sangat dianjurkan bagi seorang yang akan berbai’at kepada seorang mursyid thoriqoh, untuk terlebih dahulu beristikharoh tentang pilihannya tersebut. Karena seorang murid itu harus bisa mahabbah yang sungguh-sungguh dengan guru mursyidnya.
Untuk menjaga hubungan yang begitu penting antara seorang murid dan guru mursyidnya, maka seorang murid harus memiliki kriteria-kriteria dan norma-norma serta tata krama seperti yang disebutkan oleh Syaikh Ahmad Al-Khomisykhonawiy dalam kitab Jami’ul Ushul fil Aulia’, yaitu sebagai berikut;

1. Setelah yakin dan mantap dengan seorang Syaikh (mursyid), dia segera mendatanginya seraya berkata :”Aku datang ke hadapan tuan agar dapat ma’rifat (mengenal) Allah Swt.” setelah diterima oleh sang mursyid, hendaknya ia berkhidmah dengan penuh kecondongan dan penuh kecintaan agar dapat memperoleh penerimaan di hati gurunya itu dengan sempurna.

2. Tidak membebani orang lain untuk menyampaikan salam kepada mursyidnya, karena hal seperti itu tidak sopan.

3. Tidak berwudlu di tempat yang bisa dilihat oleh mursyidnya, tidak meludah dan membuang ingus di majlisnya dan tidak melakukan shalat sunnah di hadapannya.

4. Bersegera melakukan apa yang telah diperintahkan oleh mursyidnya dengan tanpa keengganan, tanpa menyepelekan dan tidak berhenti sebelum urusannya selesai.

5. Tidak menebak-nebak di dalam hatinya terhadap perbuatan-perbuatan mursyidnya. Selama mampu dia boleh menta’wilkannya, namun jika tidak dia harus mengakui ketidak fahamannya.

6. Mau mengungkapkan kepada mursidnya apa–apa yang timbul di hatinya berupa kebaikan maupun keburukan, sehingga dia dapat mengobatinya. Karena mursyid itu ibarat dokter, apabila dia melihat ahwal (keadaan) muridnya dia akan segera memperbaikinya dan menghilangkan penyakitnya.

7. Ash-Shidqu (bersungguh–sungguh) didalam pencarian ma’rifatnya, sehingga segala ujian dan cobaan tidak mempengaruhinya dan segala celaan serta gangguan tidak akan menghentikannya. Dan hendaknya kecintaan yang jujur kepada mursyidnya melebihi cintanyan terhadap diri, harta, dan anaknya, seraya berkeyakinan bahwa maksudnya dengan Allah Swt tidak akan kesampaian tanpa wasilah (perantara) mursyidnya.

8. Tidak mengikuti segala apa yang biasa diperbuat oleh mursyidnya, kecuali diperintahkan olehnya. Berbeda dengan perkataannya , yang mesti semuanya diikuti. Karena seorang mursyid itu terkadang melakukan sesuatu sesuai dengan tuntutan tempat dan keadaannya, yang bisa jadi hal itu bagi si murid adalah racun yang mematikan.

9. Mengamalkan semua apa yang telah ditalqinkan oleh mursyidnya, berupa dzikir, tawajuh dan muroqobah. Dan meninggalkan semua wirid dari yang lainnya sekalipun ma’tsur. Karena firasat seorang mursyid menetapkan tertentunya hal itu, merupakan nur dari Allah SWT.

10. Merasa bahwa dirinya lebih hina dari semua makhluk, dan tidak melihat bahwa dirinya memiliki hak atas orang lain serta berusaha keluar dari tanggungan hak–hak pihak lain dengan menunaikan kewajibannya. Dan memutus dari segala ketergantungannya dari selain Al-Maqshud (Allah SWT).

11. Tidak mengkhianati mursyidnya dalam urusan apapun. Menghormati dan mengagungkannya sedemikian rupa serta memakmurkan hatinya dengan dzikir yang telah ditalqinkan padanya.

12. Menjadikan segala keinginannya baik di dunia maupun di akhirat tidak lain adalah Dzat Yang Maha Tunggal, Allah SWT. Sebab jika tidak demikian berarti dia hanya mengejar kesempurnaan dirinya sendiri.

13. Tidak membantah pembicaraan mursyidnya, sekalipun menurut dirinya, mursyidnya salah sedang dia benar. Bahkan hendaknya berkeyakinan bahwa salahnya mursyid itu lebih kuat (benar) dari pada apa yang benar menurut dirinya. Dan tidak memberi isyarat (keterangan) jika tidak ditanya.

14. Tunduk dan pasrah terhadap perintah mursyidnya dan orang-orang yang mendahuluinya berkhidmah, yakni para khalifah (orang–orang kepercayaan mursyid) dari para muridnya, sekalipun secara lahiriyyah amal ibadah mereka lebih sedikit di banding dengan ibadahnya.

15. Tidak mengadukan hajatnya selain pada mursyidnya. Jika dalam keadaan darurat sementara mursyid tidak ada, maka hendaklah menyampaikan pada orang saleh yang dapat dipercaya, dermawan dan taqwa.

16. Tidak suka marah kepada siapapun, karena marah itu dapat menghilangkan nur (cahaya) dzikir. Dan meninggalkan perdebatan serta perbantahan dengan para penuntut ilmu, karena perdebatan itu menyebabkan ghoflah (kelalaian). Jika muncul pada dirinya rasa marah kepada seseorang hendaknya segera minta ma’af kepadanya. Dan hendaknya tidak memandang rendah pada siapapun juga.

Sedangkan adab seorang murid secara khusus kepada mursyidnya antara lain sebagai berikut;

1. Keyakinan seorang murid hendaknya hanya kepada seorang mursyidnya saja. Artinya ia yakin bahwa segala apa yang diinginkan dan dimaksudkan tidak akan berhasil kecuali dengan wasilah mursyidnya.

2. Tunduk, pasrah dan ridlo dengan segala tindakan mursyidnya. Dan berkhidmah kepadanya dengan harta dan badannya, karena jauharul mahabbah (mutiara kecintaan) tidak akan nampak kecuali dengan cara ini, dan kejujuran serta keikhlasan tidak akan diketahui kecuali dengan ukuran timbangan ini.

3. Mengalahkan ikhtiar dirinya dengan ikhtiar mursyidnya dalam segala urusan, yang bersifat kulliyah (menyeluruh) atau juz-iyah (bagian- bagian), yang berupa ibadah atau kebiasaan.

4. Meninggalkan jauh-jauh apa yang tidak di senangi mursyidnya dan membenci apa yang di bencinya.

5. Tidak mencoba–coba mengungkapkan makna peristiwa- peristiwa dan mimpi-mimpi, tapi menyerahkan kepada mursyidnya. Dan setelah mengungkapkan hal tersebut kepadanya, dia tunggu jawabannya tanpa tergesa-gesa menuntutnya. Dan kalau ditanya segera menjawabnya.

6. Memelankan suara ketika berada di majlis sang musyid, karena mengeraskan suara di majlis orang–orang besar termasuk su'ul adab (perilaku yang buruk) . Dan tidak berpanjang lebar ketika berbicara, memberikan jawaban atau bertanya kepadanya. Karena hal tersebut akan dapat menghilangkan rasa segan terhadap mursyidnya, yang menjadikan bisa terhijab (terhalang) dari kebenaran.

7. Mengetahui waktu–waktu untuk berbicara dengan mursyidnya, sehingga tidak berbicara dengannya kecuali pada waktu-waktu luangnya dan dengan sopan, tunduk dan khusuk tanpa melebihi batas kebutuhannya, sambil memperhatikan dengan sungguh-sungguh jawaban–jawaban yang diberikannya.

8. Menyembunyikan semua yang telah dianugerahkan oleh Allh SWT kepadanya melalui mursyidnya, yang berupa keadaan dan peristiwa–peristiwa tertentu ataupun karomah-karomah dan anugerah lainnya.

9. Tidak menukil keterangan–keterangan mursyidnya untuk disampaikan kepada orang lain, kecuali sebatas apa yang dapat mereka fahami dan mereka pikirkan.

Di samping adab seorang murid kepada guru mursyidnya, ada hal lain yang juga harus diperhatikan oleh seorang murid, yakni adab terhadap dirinya sendiri yang antara lain sebagai berikut;

1. Selalu merasa bahwa dirinya dilihat oleh Allah SWT. dalam segala keadaan, sehingga dapat tersibukkan oleh lafadz Allah….Allah…,sekalipun sedang melakukan pekerjaan (duniawi).

2. Mencari teman bergaul yang baik dan tidak bergaul dengan orang yang buruk perilakunya.

3. Tidak tamak mengharapkan sesuatu yang ada pada orang lain.

4. Tidak berlebihan di dalam hal makan dan berpakaian .

5. Tidak tidur dalam keadaan junub (berhadats besar).

6. Hendaknya suka melanggengkan wudlu’ (senantiasa dalam keadaan suci).

7. Menyedikitkan tidur , terlebih dalam waktu sahur (1/3 malam terakhir).

8. Tidak suka mujadalah (berdebat) dalam masalah ilmu, karena hal itu bisa menjadikan ghoflah (lalai)kepada Allah dan menjadikan buta/ gelap hati.

9. Suka duduk–duduk bersama saudaranya (sejama’ah thariqah) ketika hatinya sedang gundah dan membicarakan adab berthariqoh.

10. Tidak suka tertawa terbahak- bahak.

11. Tidak suka membahas perilaku seseorang dan tidak suka bertengkar.

12. Merasa takut terhadap siksa Allah dan senantiasa memohon ampunan-Nya.Dan jangan pernah merasa bahwa amal dan dzikirnya sudah bagus.

Sumber Rujukan :

http://attijaniyahwalhamdulillah.weebly.com

Organisasi Kewalian (kitab mafahirul aliyah hal 15-17)




فَائِدَةٌ فِى تَعْرِيْفِ اْلقُطْبِ
أَخْبَرَ الشَّيْخُ الصَّالِحُ اْلوَرَعُ الزَّاهِدُ الْمُحَقِّقُ الْمُدَقِّقُ شَمْسُ الدِّيْنِ بْنُ كَتِيْلَةُ رَحِمَهُ اللهُ تَعَالَى وَنَفَعَ بِهِ آمِيْنَ قَالَ : كُنْتُ يَوْمًا جَالِسًا بَيْنَ يَدِي سَيِّدِي فَخَطَرَ بَبًّالِيْ أَنْ أَسْأَلَهُ عَنِ اْلقُطْبِ فَقُلْتُ لَهُ : يَاسَيِّدِي مَا مَعْنَى اْلقُطْبُ ؟
( Faedah ) mengenai definisi Wali Qutub
telah memberitahukan seorang guru yang sholih, wara` , Zuhud, seorang penyelidik, seorang yang teliti yakni
Syekh Syamsuddin bin Katilah Rahimahullaahu Ta’ala menceritakan: “ suatu hari Saya sedang duduk di hadapan guruku, lalu terlintas untuk menanyakan tentang Wali Quthub. “Apa makna Quthub itu wahai tuanku?”
فَقَالَ لِيْ : اْلأَقْطَابُ كَثِيْرَةٌ ، فَإِنَّ كُلَّ مُقَدَّمِ قَوْمٍ هُوَ قُطْبُهُمْ وَأَمَّا قُطْبُ اْلغَوْثِ اْلفَرْدِ الْجَامِعِ فَهُوَ وَاحِدٌ
Lalu beliau menjawab kepadaku, “Quthub itu banyak. Setiap muqaddam atau pemuka sufi bisa disebut sebagai Quthub-nya. Sedangkan al-Quthubul Ghauts al-Fard al-Jami’ itu hanya satu.
وَتَفْسِيْرُ ذَلِكَ أَنَّ النُّقَبَاءَ هُمُ ثَلَثُمِائَةٌ وَهُمُ الَّذِيْنَ اِسْتَخْرَجُوْا خَبَايًّا النُّفُوْس وَلَهُمُ عَشْرَةُ أَعْمَالٍ : أَرْبَعَةٌ ظَاهِرَةٌ وَسِتَّةٌ بَاطِنَةٌ
Dan penjelasan tersebut : sesungguhnya bahwa Wali Nuqaba’ itu jumlahnya 300. Mereka itu yang menggali rahasia jiwa dalam arti mereka itu telah lepas dari reka daya nafsu, dan mereka memiliki 10 amaliyah: 4 amaliyah bersifat lahiriyah, dan 6 amaliyah bersifat bathiniyah.
فَاْلأَرْبَعَةُ الظَّاهِرَةُ : كَثْرَةُ اْلعِبَادَةِ وَالتَّحْقِقُ بِالزُّهَّادَةَ وَالتَّجْرِدُ عَنِ اْلإِرَادَةَ وَقُوَّةُ الْمُجَاهَدَةَ
Maka 4 `amaliyah lahiriyah itu antara lain: 1) Ibadah yang banyak, 2) Melakukan zuhud hakiki, 3) Menekan hasrat diri, 4) Mujahadah dengan maksimal.
وَأَمَّا ْالبَاطِنَةُ فَهِيَ التَّوْبَةُ وَاْلإِنَابَةُ وَالْمُحَاسَبَةُ وَالتَّفَكُّرُ وَاْلإِعْتِصَامُ وَالرِّيَاضَةُ فَهَذِهِ الثَّلَثُمِائَةٌ لَهُمْ إِمَامٌ مِنْهُمْ يَأْخُذُوْنَ عَنْهُ وَيَقْتَدُوْنَ بِهِ فَهُوَ قُبْطُهُمْ
Sedangkan `amaliyah batinnya: 1) Taubat, 2) Inabah, 3) Muhasabah, 4) Tafakkur, 5) Merakit dalam Allah, 6) Riyadlah. Di antara 300 Wali ini ada imam dan pemukanya, dan ia disebut sebagai Quthub-nya.

ثُمَّ النُّجَبَاءُ أَرْبَعُوْنَ وَقِيْلَ سَبْعُوْنَ وَهُمْ مَشْغُوْلُوْنَ بِحَمْلِ أَثْقَلِ الْخَلْقِ فَلَا يَنْظُرُوْنَ إِلَّا فِى حَقِّ اْلغَيْرِ ، وَلَهُمْ ثَمَانِيَةُ أَعْمَالٍ. أَرْبَعَةٌ بَاطِنَةٌ ،وَ أَرْبَعَةٌ ظَاهِرَةٌ ،

Sedangkan Wali Nujaba’ jumlahnya 40 Wali. Ada yang mengatakan 70 Wali. Tugas mereka adalah memikul beban-beban kesulitan manusia. Karena itu yang diperjuangkan adalah hak orang lain (bukan dirinya sendiri). Mereka memiliki 8 amaliyah: 4 bersifat batiniyah, dan 4 lagi bersifat lahiriyah:
فالظاهرة : الفتوة والتواضع والأدب وكثرة العبادة ،
Yang bersifat lahiriyah adalah 1) Futuwwah (peduli sepenuhnya pada hak orang lain), 2) Tawadlu’, 3) Menjaga Adab (dengan Allah dan sesama) dan 4) Ibadah secara maksimal.
وأما الباطنة فالصبر والرضا والشكر والحياء وهم أهل مكارم الأخلاق
Sedangkan secara Batiniyah, 1) Sabar, 2) Ridla, 3) Syukur), 4) Malu. Dan meraka di sebut juga wali yang mulia akhlaqnya.


وأما الأبدال فهم سبعة رجال ، أهل كمال واستقامة واعتدال ، قد تخلصوا من الوهم والخيال ولهم أربعة أعمال باطنة وأربعة ظاهرة ،
Adapun Wali Abdal berjumlah 7 orang. Mereka disebut sebagai kalangan paripurna, istiqamah dan memelihara keseimbangan kehambaan. Mereka telah lepas dari imajinasi dan khayalan, dan Mereka memiliki 8 amaliyah: 4 bersifat batiniyah, dan 4 lagi bersifat lahiriyah:
فأما الظاهرة فالصمت والسهر والجوع والعزلة
Adapun yang bersifat lahiriyah: 1) Diam, 2) Terjaga dari tidur, 3) Lapar dan 4) ‘Uzlah.
ولكل من هذه الأربعة ظاهر وباطن
Dari masing-masing empat amaliyah lahiriyah ini juga terbagi menjadi empat pula:
Lahiriyah dan sekaligus Batiniyah:
أما الصمت فظاهره ترك الكلام بغير ذكر الله تعالى
Pertama, diam, secara lahiriyah diam dari bicara, kecuali hanya berdzikir kepada Allah Ta’ala.

وأما باطنه فصمت الضمير عن جميع التفاصيل والأخبار
Sedangkan Batinnya, adalah diam batinnya dari seluruh rincian keragaman dan berita-berita batin.
وأما السهر فظاهره عدم النوم وباطنه عدم الغفلة
Kedua, terjaga dari tidur secara lahiriyah, batinnya terjaga dari kealpaan dari dzikrullah.
وأما الجوع فعلى قسمين : جوع الأبرار لكمال السلوك وجوع المقربين لموائد الأنس
Ketiga, lapar, terbagi dua. Laparnya kalangan Abrar, karena kesempurnaan penempuhan menuju Allah, dan laparnya kalangan Muqarrabun karena penuh dengan hidangan anugerah sukacita Ilahiyah (uns).
وأما العزلة فظارها ترك المخالطة بالناس وباطنها ترك الأنس بهم :
Keempat, ‘uzlah, secara lahiriyah tidak berada di tengah keramaian, secara batiniyah meninggalkan rasa suka cita bersama banyak orang, karena suka cita hanya bersama Allah.
وللأبدال أربعة أعمال باطنة وهي التجريد والتفريد والجمع والتوحيد
Amaliyah Batiniyah kalangan Abdal, juga ada empat prinsipal: 1) Tajrid (hanya semata bersama Allah), 2) Tafrid (yang ada hanya Allah), 3) Al-Jam’u (berada dalam Kesatuan Allah, 3) Tauhid.
ومن خواص الأبدال من سافر من القوم من موضعه وترك جسدا على صورته فذاك هو البدل لاغير، والبدل على قلب إبراهيم عليه السلام ،
Salah satu keistimewaan-keistimewaan wali abdal dalam perjalanan qoum dari tempatnya dan meninggalkan jasad dalam bentuk-Nya maka dari itu ia sebagai abdal tanpa kecuali
وهؤلاء الأبدال لهم إمام مقدم عليهم يأخذون عنه ويقتدون به ، وهو قطبهم لأنه مقدمهم ،
Wali abdal ini ada imam dan pemukanya, dan ia disebut sebagai Quthub-nya.
karena sesungguhnya ia sebagai muqoddam abdal-Nya.
وقيل الأبدال أربعون وسبعة هم الأخيار وكل منهم لهم إمام منهم هو قطبهم ،
Dikatakan bahwa wali abdal itu jumlahnya 47 orang mereka disebut juga wali akhyar dan setiap dari mereka ada imam dan pemukanya, dan ia disebut sebagai Quthub-nya.

ثمّ الأوتاد وهم عبارة عن أربعة رجال منازلهم منازل الأربعة أركان من العالم شرقا وغربا وجنوبا وشمالا ومقام كل واحد منهم تلك ولهم ثمانية أعمال أربعة ظاهرة وأربعة باطنة ،
Kemudian Wali Autad mereka berjumlah 4 orang tempat mereka mempunyai 4 penjuru tiang -tiang, mulai dari penjuru alam timur, barat, selatan dan utara dan maqom setiap satu dari mereka itu, Mereka memiliki 8 amaliyah: 4 lagi bersifat lahiriyah, dan 4 bersifat batiniyah:
فالظاهرة :كثرة الصيام ، وقيال الليل والناس نيام ، وكثرة الإيثار ، والإستغفار بالأسحار
Maka yang bersifat lahiriyah: 1) Banyak Puasa, 2) Banyak Shalat Malam, 3) Banyak Pengutamaan ( lebih mengutamakan yang wajib kemudian yang sunnah ) dan 4) memohon ampun sebelum fajar.
وأما الباطنة : فالتوكل والتفويض والثقة والتسليم ولهم واحد منهم هو قطبهم
Adapun yang bersifat Bathiniyah : 1) Tawakkal, 2) Tafwidh , 3) Dapat dipercaya ( amanah) dan 4) taslim.dan kepercayaan, pengiriman, dan dari mereka ada salah satu imam ( pemukanya), dan ia disebut sebagai Quthub-nya.
وأما الإمامان فهما شخصان أحدهما عن يمين القطب والآخر عن شماله فالذي عن يمينه ينظر فى الملكوت وهو أعلى من صاحبه ، والذى عن شماله ينظر فى الملك ، وصاحب اليمين هو الذي يخلف القطب ، ولهما أربعة أعمال باطنة وأربعة ظاهرة :
Adapun Wali Dua Imam (Imamani), yaitu dua pribadi, salah satu ada di sisi kanan Quthub dan sisi lain ada di sisi kirinya. Yang ada di sisi kanan senantiasa memandang alam Malakut (alam batin) — dan derajatnya lebih luhur ketimbang kawannya yang di sisi kiri –, sedangkan yang di sisi kiri senantiasa memandang ke alam jagad semesta (malak). Sosok di kanan Quthub adalah Badal dari Quthub. Namun masing-masing memiliki empat amaliyah Batin, dan empat amaliyah Lahir.

فأما الظاهرة ، فالزهد والورع والأمر بالمعروف والنهي عن المنكر
Yang bersifat Lahiriyah adalah: Zuhud, Wara’, Amar Ma’ruf dan Nahi Munkar.
وأما الباطنة فالصدق والإخلاص والحياء والمراقبة
Sedangkan yang bersifat Batiniyah: Sidiq ( Kejujuran hati) , Ikhlas, Mememlihara Malu dan Muraqabah.

وقال القاشاني فى اصطلاحات الصوفية :
Syaikh Al-Qosyani dalam istilah kitab kewaliannya Berkata :
الإمامان هما الشخصان اللذان أحدهما عن يمين القطب ونظره فى الملكوت
Wali Imam adalah dua orang, satu di sebelah kanan Qutub dan dan senantiasa memandang alam malakut ( alam malaikat )
والآخر عن يساره ونظره فى الملك،
, dan yang lainnya ( satu lagi ) di sisi kiri ( wali Qutub ) –, sedangkan yang di sisi kiri senantiasa memandang ke alam jagad semesta (malak).
وهو أعلى من صاحبه وهو الذى يخلف القطب ،
dan derajatnya lebih luhur ketimbang kawannya yang di sisi kanan, Sosok di kiri Quthub adalah Badal dari Quthub
قلت وبينه وبين ما قبله مغايرة فليتأمل
Syaikh Al-Qosyani berkata, diantara dirinya ( yang sebelah kiri ) dan antara sesuatu yang sebelumnya ( sebelah kanan ) memiliki perbedaan dalam perenungan
والغوث عبارة عن رجل عظيم وسيد كريم تحتاج إليه الناس عند الاضطرار فى تبيين ماخفى من العلوم المهمة والأسرار ، ويطلب منه الدعاء لأنه مستجاب الدعاء لو أقسم على الله لأبرقسمه مثل أويس القرنى فى زمن رسول الله صلعم ، ولايكون القطب قطبا حتى تجتمع فيه هذه الصفات التى اجتمعت فى هؤلاء الجماعة الذين تقدم ذكرهم انتهى من مناقب سيدي شمس الدين الحنفى
Wali Ghauts, yaitu seorang tokoh besar ( agung ) dan tuan mulia, di mana seluruh ummat manusia sangat membutuhkan pertolongannya, terutama untuk menjelaskan rahasia hakikat-hakikat Ilahiyah. Mereka juga memohon doa kepada al-Ghauts, sebab al-Ghauts sangat diijabahi doanya. Jika ia bersumpah langsung terjadi sumpahnya, seperti Uwais al-Qarni di zaman Rasul SAW. Dan seorang Qutub tidak bisa disebut Quthub manakala tidak memiliki sifat dan predikat integral dari para Wali.
Demikian pendapat dari kitab manaqib Sayyidi Syamsuddin Al-Hanafi…

الأمناء : وهم الملامتية ، وهم الذين لم يظهر مما فى بواطنهم أثر علي ظواهرهم وتلامذتهم فى مقامات أهل الفتوة
Wali Umana : Mereka adalah kalangan Malamatiyah, yaitu orang-orang yang tidak menunjukkan dunia batinnya ( mereka yang menyembunyikan dunia batinnya ) dan tidak tampak sama sekali di dunia lahiriyahnya. Biasanya kaum Umana’ memiliki pengikut Ahlul Futuwwah, yaitu mereka yang sangat peduli pada kemanusiaan.

وفى اصطلاحات شيخ الإسلام زكريا الأنصاري : النقباء هم الذين استخرجوا خبايا النفوس وهم ثلثمائة
Dalam istilah Syaikh al-Islam Zakaria Al-Anshar ra.: Wali Nuqoba adalah orang-orang yang telah menemukan rahasia jiwa, dan mereka ( wali Nuqoba ) berjumlah tiga ratus orang
والنجباء : هم المشغولون بحبل أثقال الخلق وهم أربعون اهـ
Dan Nujaba mereka disibukan dengan tali beban-beban makhluk jumlah wali Nujaba Empat puluh orang
قال : الأفراد هم الرجال الخارجون عن نظر القطب
Berkata Syekh Syamsuddin bin Katilah Rahimahullaahu Ta’ala : wali afrod adalah Orang-orang yang keluar dari penglihatan wali qutub artinya Wali yang sangat spesial, di luar pandangan dunia Quthub.
Para Quthub senantiasa bicara dengan Akal Akbar, dengan Ruh Cahaya-cahaya (Ruhul Anwar), dengan Pena yang luhur (Al-Qalamul A’la), dengan Kesucian yang sangat indah (Al-Qudsul Al-Abha), dengan Asma yang Agung (Ismul A’dzam), dengan Kibritul Ahmar (ibarat Berlian Merah), dengan Yaqut yang mememancarkan cahaya ruhani, dengan Asma’-asma, huruf-huruf dan lingkaran-lingkaran Asma huruf. Dia bicara dengan cahaya matahati di atas rahasia terdalam di lubuk rahasianya. Ia seorang yang alim dengan pengetahuan lahiriah dan batiniyah dengan kedalaman makna yang dahsyat, baik dalam tafsir, hadits, fiqih, ushul, bahasa, hikmah dan etika. Sebuah ilustrasi yang digambarkan pada Sulthanul Auliya Syeikhul Quthub Abul Hasan Asy-Syadzily – semoga Allah senantiasa meridhoi .

Jaminan-jaminan Rosululloh saw bagi Ashab Tijani (Kitab Faidlur Robbani) by.tarjim. Budi Ali Hidayat


اللهم احشرنا فى زمرة أبى الفيض التجـانى
وأمدنا بمدد ختم الأولياء الكتمانى

Ya Allah kumpulkan kami dalam golongan Abil Faidl Tijani
 dan anugerahkan pertolongan kepada kami ini dengan anugerah hamparan kewalian Sang Penyempurna Wali Pembesar yang Tersembunyi 



ومن الخصائص التي ضمنـها النّبى صلى الله ليه وسلم لأهل هذهالطريقة ضمـاناتٌ توصلهم إلى الجنة إكرامًا لنجله شيخنا وسندنا وقرّة أعيننا رضى الله عنه وأرضاه وجعلنا نحن ووالدينا وجميع إخواننا والمحبين فى الله من أهل هذه الطريقة وأصحاب الشيخ يشتركون فى أربعة عشر ضمـاناتٍ عددية الأولى : أنه صلى الله عليه وسلم ضمن لهم أنْ يموتوا على الإيـمـان والإسلام والثانية : أن يخفف الله عنـهم سكرات الموت والثالثة : أنـهم لايرون فى قبورهم إلّاما يسرهم والرابعة : أنْ يؤمّنـهم الله تعالى من حميع أنواع عذابه وتخويفه وجميع الشرور من الموت إلى المستقر فى الحنة والخامسة : أنْ يغفر الله لهم حميع ما تقدم وما تأخر من الذنوب والسادسة : أنْ يؤديـهم الله عنـهم جميع تبعاتـهم من خزائن فضله لامن حسناتـهم والسابعة : أن لا يحاسبـهم الله ولاينا قشهم عن شيئٍ بالكلية ولا يسألهم عن القليل والكثير يوم القيامة والثامنة : أنْ يـظلهم الله فى ظل عرشه يوم لاظل إلّا ظله أن يجيرهم الله على الصراط أسرع من طرفة عين على كواهل الملائكة والعاشرة : أنْ يسقيـهم الله يوم القيامة من حوض خير البرية صلى الله عليه وسلم والحادية عشر : أن يدخلهم الله الجنة بغير حسابٍ ولا عقابٍ فى أول الزمرة الأولى مع الصحابة والثانية عشر : أنْ يجعلهم الله تعالى مستقرين فى الجنة العالية من جنة الفردوس وجنة عدن والثالثة عشر : أنّ النبي صلى الله عليه وسلم يحب كل من كان محباً للحضرة التجـانية والرابعة عشر : أنّ محبه رضى الله عنه لايموت حتى يكون من الأولياء

Sebagian  keistimewaan jaminan yang diberikan oleh Rosulullah SAW pada murid Thoriqoh Tijani ini. yaitu berbagai jaminan yang menyebabkan mereka sampai kedalam surga Alloh. Yang tiada lain karena selalu memuliakan nasab keturunan tuan Syeikh kita, sandaran kita dan  penyejuk hati kita semua yakni (Syekh Ahmad Tijani RA) juga yang menjadikan kita serta kedua orang tua semuanya, dan seluruh ihwan dan para pecinta Syeikh Ahmad Tijani dalam (ridlo dan qobul) Allah.   dan diantara Pengikut Thoriqoh Tijaniyyah ini. para pecinta juga pengikut setia Syeikh ra., sama-sama memiliki 14 jaminan dari Rosulullah SAW.,  Pertama : Sesungguhnya Rosulullah saw., telah memberikan jaminan bagi mereka yakni tidak akan mengalami kematian kecuali mati dalam membawa keimanan dan keislaman. Kedua : Anugerah Alloh bagi mereka diberi kemudahan menjelang ajal sakaratul maut. Ketiga : Sesungguhnya bagi mereka tidak akan diperlihatkan penampakan yang menakutkan di alam kubur kecuali penglihatan-penglihatan yang menyenangkan. Keempat : Anugerah Alloh bagi mereka selalu diberi curahan keselamatan dari adzab kubur dan rasa kekhawatiran siksaan yang akan menimpanya juga semua malapetaka huru hara dari kematian hingga mereka ditempatkan dalam penantian masuk surga. Kelima : Anugerah Alloh bagi mereka selalu diberi ampunan dosa-dosa yang mereka perbuat baik dosa yang telah lampau  maupun dosa yang akan terjadi dikemudian hari. Keenam : Anugerah Allah bagi mereka akan selalu diistimewakan/dilayani semua kebutuhan dari pelbagai gudang-gudang karunia-Nya hal tersebut bukan lantaran dari kebaikan mereka. Ketujuh : Anugerah Allah bagi mereka tidak akan masuk ke dalam Alam Hisab (perhitungan amal-amal) dan tidak ditanya sesuatu amal apapun, mengenai perbuatan mereka sama sekali. baik pertanyaan yang sedikit maupun pertanyaan yang banyak pada hari kiamat. kedelapan : Anugerah Allah bagi mereka akan selalu diberi naungan yang sangat dahsyat dibawah Arasy-Nya yang dimana pada hari itu tidak ada lagi naungan kecuali naungan Alloh. Kesembilan : Anugerah Alloh bagi mereka menyambar secepat kilat di atas pundak-pundak para malaikat ketika melewati jembatan Shiroth al-Mustaqim diibaratkan seperti kedipan mata. Kesepuluh : Anugerah Alloh bagi mereka pada hatri kiamat akan diberi minuman yang menyejukan dari sumber telaga kautsar Nabi saw. Kesebelas : Anugerah Allah bagi mereka akan dimasukan kedalam surga tanpa ada penghisaban dan penyiksaan lebih dulu, dalam (penantian masuk surga) golongan yang pertama mengikuti masuk beserta para sahabat. Kedua Belas : Anugerah Alloh bagi mereka akan menjadi para penghuni surga yang tertinggi yakni penghuni Surga Firdaus dan penghuni surga Adn. Ketiga Belas : sesungguhnya Nabi SAW sangat mencintai siapa saja orang yang selalu mencintai Saidi Syekh Ahmad Tijani ra. Keempat Belas. Sesungguhnya siapa saja yang selalu mahabbah kepada Syekh Ahmad tijani tidak akan diberi dimatikan lebih dulu kecuali dia sudah menyandang predikat Wali Alloh.