Selasa, 01 April 2014

Murid dan Adab-adabnya

Istilah murid di dalam thoriqoh adalah sebutan yang diberikan kepada seseorang yang telah memperoleh talqin dzikir dari seorang guru mursyid untuk mengamalkan wirid-wirid tertentu dari aliran thoriqohnya. Atau dengan kata lain orang yang telah berbai’at kepada seorang guru mursyid untuk mengamalkan wirid thoriqoh. Dalam thoriqoh Tijaniyyah sebutan untuk para murid adalah “ikhwan.”

Di dalam dunia thoriqoh hubungan seorang murid dengan guru mursyidnya merupakan sesuatu yang sangat penting untuk diperhatikan, karena hubungan tersebut tidak hanya sebatas kehidupan dunia ini, tetapi akan terus berlanjut sampai di akhirat kelak. Bahkan dikalangan ahli thoriqoh ada keyakinan bahwa seorang mursyid mempunyai peranan yang sangat penting didalam menyelamatkan muridnya besok dikehidupan akhirat. Oleh karena itu, seorang yang ingin menjadi murid thoriqoh, hendaknya tidak sembarangan memilih guru mursyid. Bahkan sangat dianjurkan bagi seorang yang akan berbai’at kepada seorang mursyid thoriqoh, untuk terlebih dahulu beristikharoh tentang pilihannya tersebut. Karena seorang murid itu harus bisa mahabbah yang sungguh-sungguh dengan guru mursyidnya.
Untuk menjaga hubungan yang begitu penting antara seorang murid dan guru mursyidnya, maka seorang murid harus memiliki kriteria-kriteria dan norma-norma serta tata krama seperti yang disebutkan oleh Syaikh Ahmad Al-Khomisykhonawiy dalam kitab Jami’ul Ushul fil Aulia’, yaitu sebagai berikut;

1. Setelah yakin dan mantap dengan seorang Syaikh (mursyid), dia segera mendatanginya seraya berkata :”Aku datang ke hadapan tuan agar dapat ma’rifat (mengenal) Allah Swt.” setelah diterima oleh sang mursyid, hendaknya ia berkhidmah dengan penuh kecondongan dan penuh kecintaan agar dapat memperoleh penerimaan di hati gurunya itu dengan sempurna.

2. Tidak membebani orang lain untuk menyampaikan salam kepada mursyidnya, karena hal seperti itu tidak sopan.

3. Tidak berwudlu di tempat yang bisa dilihat oleh mursyidnya, tidak meludah dan membuang ingus di majlisnya dan tidak melakukan shalat sunnah di hadapannya.

4. Bersegera melakukan apa yang telah diperintahkan oleh mursyidnya dengan tanpa keengganan, tanpa menyepelekan dan tidak berhenti sebelum urusannya selesai.

5. Tidak menebak-nebak di dalam hatinya terhadap perbuatan-perbuatan mursyidnya. Selama mampu dia boleh menta’wilkannya, namun jika tidak dia harus mengakui ketidak fahamannya.

6. Mau mengungkapkan kepada mursidnya apa–apa yang timbul di hatinya berupa kebaikan maupun keburukan, sehingga dia dapat mengobatinya. Karena mursyid itu ibarat dokter, apabila dia melihat ahwal (keadaan) muridnya dia akan segera memperbaikinya dan menghilangkan penyakitnya.

7. Ash-Shidqu (bersungguh–sungguh) didalam pencarian ma’rifatnya, sehingga segala ujian dan cobaan tidak mempengaruhinya dan segala celaan serta gangguan tidak akan menghentikannya. Dan hendaknya kecintaan yang jujur kepada mursyidnya melebihi cintanyan terhadap diri, harta, dan anaknya, seraya berkeyakinan bahwa maksudnya dengan Allah Swt tidak akan kesampaian tanpa wasilah (perantara) mursyidnya.

8. Tidak mengikuti segala apa yang biasa diperbuat oleh mursyidnya, kecuali diperintahkan olehnya. Berbeda dengan perkataannya , yang mesti semuanya diikuti. Karena seorang mursyid itu terkadang melakukan sesuatu sesuai dengan tuntutan tempat dan keadaannya, yang bisa jadi hal itu bagi si murid adalah racun yang mematikan.

9. Mengamalkan semua apa yang telah ditalqinkan oleh mursyidnya, berupa dzikir, tawajuh dan muroqobah. Dan meninggalkan semua wirid dari yang lainnya sekalipun ma’tsur. Karena firasat seorang mursyid menetapkan tertentunya hal itu, merupakan nur dari Allah SWT.

10. Merasa bahwa dirinya lebih hina dari semua makhluk, dan tidak melihat bahwa dirinya memiliki hak atas orang lain serta berusaha keluar dari tanggungan hak–hak pihak lain dengan menunaikan kewajibannya. Dan memutus dari segala ketergantungannya dari selain Al-Maqshud (Allah SWT).

11. Tidak mengkhianati mursyidnya dalam urusan apapun. Menghormati dan mengagungkannya sedemikian rupa serta memakmurkan hatinya dengan dzikir yang telah ditalqinkan padanya.

12. Menjadikan segala keinginannya baik di dunia maupun di akhirat tidak lain adalah Dzat Yang Maha Tunggal, Allah SWT. Sebab jika tidak demikian berarti dia hanya mengejar kesempurnaan dirinya sendiri.

13. Tidak membantah pembicaraan mursyidnya, sekalipun menurut dirinya, mursyidnya salah sedang dia benar. Bahkan hendaknya berkeyakinan bahwa salahnya mursyid itu lebih kuat (benar) dari pada apa yang benar menurut dirinya. Dan tidak memberi isyarat (keterangan) jika tidak ditanya.

14. Tunduk dan pasrah terhadap perintah mursyidnya dan orang-orang yang mendahuluinya berkhidmah, yakni para khalifah (orang–orang kepercayaan mursyid) dari para muridnya, sekalipun secara lahiriyyah amal ibadah mereka lebih sedikit di banding dengan ibadahnya.

15. Tidak mengadukan hajatnya selain pada mursyidnya. Jika dalam keadaan darurat sementara mursyid tidak ada, maka hendaklah menyampaikan pada orang saleh yang dapat dipercaya, dermawan dan taqwa.

16. Tidak suka marah kepada siapapun, karena marah itu dapat menghilangkan nur (cahaya) dzikir. Dan meninggalkan perdebatan serta perbantahan dengan para penuntut ilmu, karena perdebatan itu menyebabkan ghoflah (kelalaian). Jika muncul pada dirinya rasa marah kepada seseorang hendaknya segera minta ma’af kepadanya. Dan hendaknya tidak memandang rendah pada siapapun juga.

Sedangkan adab seorang murid secara khusus kepada mursyidnya antara lain sebagai berikut;

1. Keyakinan seorang murid hendaknya hanya kepada seorang mursyidnya saja. Artinya ia yakin bahwa segala apa yang diinginkan dan dimaksudkan tidak akan berhasil kecuali dengan wasilah mursyidnya.

2. Tunduk, pasrah dan ridlo dengan segala tindakan mursyidnya. Dan berkhidmah kepadanya dengan harta dan badannya, karena jauharul mahabbah (mutiara kecintaan) tidak akan nampak kecuali dengan cara ini, dan kejujuran serta keikhlasan tidak akan diketahui kecuali dengan ukuran timbangan ini.

3. Mengalahkan ikhtiar dirinya dengan ikhtiar mursyidnya dalam segala urusan, yang bersifat kulliyah (menyeluruh) atau juz-iyah (bagian- bagian), yang berupa ibadah atau kebiasaan.

4. Meninggalkan jauh-jauh apa yang tidak di senangi mursyidnya dan membenci apa yang di bencinya.

5. Tidak mencoba–coba mengungkapkan makna peristiwa- peristiwa dan mimpi-mimpi, tapi menyerahkan kepada mursyidnya. Dan setelah mengungkapkan hal tersebut kepadanya, dia tunggu jawabannya tanpa tergesa-gesa menuntutnya. Dan kalau ditanya segera menjawabnya.

6. Memelankan suara ketika berada di majlis sang musyid, karena mengeraskan suara di majlis orang–orang besar termasuk su'ul adab (perilaku yang buruk) . Dan tidak berpanjang lebar ketika berbicara, memberikan jawaban atau bertanya kepadanya. Karena hal tersebut akan dapat menghilangkan rasa segan terhadap mursyidnya, yang menjadikan bisa terhijab (terhalang) dari kebenaran.

7. Mengetahui waktu–waktu untuk berbicara dengan mursyidnya, sehingga tidak berbicara dengannya kecuali pada waktu-waktu luangnya dan dengan sopan, tunduk dan khusuk tanpa melebihi batas kebutuhannya, sambil memperhatikan dengan sungguh-sungguh jawaban–jawaban yang diberikannya.

8. Menyembunyikan semua yang telah dianugerahkan oleh Allh SWT kepadanya melalui mursyidnya, yang berupa keadaan dan peristiwa–peristiwa tertentu ataupun karomah-karomah dan anugerah lainnya.

9. Tidak menukil keterangan–keterangan mursyidnya untuk disampaikan kepada orang lain, kecuali sebatas apa yang dapat mereka fahami dan mereka pikirkan.

Di samping adab seorang murid kepada guru mursyidnya, ada hal lain yang juga harus diperhatikan oleh seorang murid, yakni adab terhadap dirinya sendiri yang antara lain sebagai berikut;

1. Selalu merasa bahwa dirinya dilihat oleh Allah SWT. dalam segala keadaan, sehingga dapat tersibukkan oleh lafadz Allah….Allah…,sekalipun sedang melakukan pekerjaan (duniawi).

2. Mencari teman bergaul yang baik dan tidak bergaul dengan orang yang buruk perilakunya.

3. Tidak tamak mengharapkan sesuatu yang ada pada orang lain.

4. Tidak berlebihan di dalam hal makan dan berpakaian .

5. Tidak tidur dalam keadaan junub (berhadats besar).

6. Hendaknya suka melanggengkan wudlu’ (senantiasa dalam keadaan suci).

7. Menyedikitkan tidur , terlebih dalam waktu sahur (1/3 malam terakhir).

8. Tidak suka mujadalah (berdebat) dalam masalah ilmu, karena hal itu bisa menjadikan ghoflah (lalai)kepada Allah dan menjadikan buta/ gelap hati.

9. Suka duduk–duduk bersama saudaranya (sejama’ah thariqah) ketika hatinya sedang gundah dan membicarakan adab berthariqoh.

10. Tidak suka tertawa terbahak- bahak.

11. Tidak suka membahas perilaku seseorang dan tidak suka bertengkar.

12. Merasa takut terhadap siksa Allah dan senantiasa memohon ampunan-Nya.Dan jangan pernah merasa bahwa amal dan dzikirnya sudah bagus.

Sumber Rujukan :

http://attijaniyahwalhamdulillah.weebly.com

Organisasi Kewalian (kitab mafahirul aliyah hal 15-17)




فَائِدَةٌ فِى تَعْرِيْفِ اْلقُطْبِ
أَخْبَرَ الشَّيْخُ الصَّالِحُ اْلوَرَعُ الزَّاهِدُ الْمُحَقِّقُ الْمُدَقِّقُ شَمْسُ الدِّيْنِ بْنُ كَتِيْلَةُ رَحِمَهُ اللهُ تَعَالَى وَنَفَعَ بِهِ آمِيْنَ قَالَ : كُنْتُ يَوْمًا جَالِسًا بَيْنَ يَدِي سَيِّدِي فَخَطَرَ بَبًّالِيْ أَنْ أَسْأَلَهُ عَنِ اْلقُطْبِ فَقُلْتُ لَهُ : يَاسَيِّدِي مَا مَعْنَى اْلقُطْبُ ؟
( Faedah ) mengenai definisi Wali Qutub
telah memberitahukan seorang guru yang sholih, wara` , Zuhud, seorang penyelidik, seorang yang teliti yakni
Syekh Syamsuddin bin Katilah Rahimahullaahu Ta’ala menceritakan: “ suatu hari Saya sedang duduk di hadapan guruku, lalu terlintas untuk menanyakan tentang Wali Quthub. “Apa makna Quthub itu wahai tuanku?”
فَقَالَ لِيْ : اْلأَقْطَابُ كَثِيْرَةٌ ، فَإِنَّ كُلَّ مُقَدَّمِ قَوْمٍ هُوَ قُطْبُهُمْ وَأَمَّا قُطْبُ اْلغَوْثِ اْلفَرْدِ الْجَامِعِ فَهُوَ وَاحِدٌ
Lalu beliau menjawab kepadaku, “Quthub itu banyak. Setiap muqaddam atau pemuka sufi bisa disebut sebagai Quthub-nya. Sedangkan al-Quthubul Ghauts al-Fard al-Jami’ itu hanya satu.
وَتَفْسِيْرُ ذَلِكَ أَنَّ النُّقَبَاءَ هُمُ ثَلَثُمِائَةٌ وَهُمُ الَّذِيْنَ اِسْتَخْرَجُوْا خَبَايًّا النُّفُوْس وَلَهُمُ عَشْرَةُ أَعْمَالٍ : أَرْبَعَةٌ ظَاهِرَةٌ وَسِتَّةٌ بَاطِنَةٌ
Dan penjelasan tersebut : sesungguhnya bahwa Wali Nuqaba’ itu jumlahnya 300. Mereka itu yang menggali rahasia jiwa dalam arti mereka itu telah lepas dari reka daya nafsu, dan mereka memiliki 10 amaliyah: 4 amaliyah bersifat lahiriyah, dan 6 amaliyah bersifat bathiniyah.
فَاْلأَرْبَعَةُ الظَّاهِرَةُ : كَثْرَةُ اْلعِبَادَةِ وَالتَّحْقِقُ بِالزُّهَّادَةَ وَالتَّجْرِدُ عَنِ اْلإِرَادَةَ وَقُوَّةُ الْمُجَاهَدَةَ
Maka 4 `amaliyah lahiriyah itu antara lain: 1) Ibadah yang banyak, 2) Melakukan zuhud hakiki, 3) Menekan hasrat diri, 4) Mujahadah dengan maksimal.
وَأَمَّا ْالبَاطِنَةُ فَهِيَ التَّوْبَةُ وَاْلإِنَابَةُ وَالْمُحَاسَبَةُ وَالتَّفَكُّرُ وَاْلإِعْتِصَامُ وَالرِّيَاضَةُ فَهَذِهِ الثَّلَثُمِائَةٌ لَهُمْ إِمَامٌ مِنْهُمْ يَأْخُذُوْنَ عَنْهُ وَيَقْتَدُوْنَ بِهِ فَهُوَ قُبْطُهُمْ
Sedangkan `amaliyah batinnya: 1) Taubat, 2) Inabah, 3) Muhasabah, 4) Tafakkur, 5) Merakit dalam Allah, 6) Riyadlah. Di antara 300 Wali ini ada imam dan pemukanya, dan ia disebut sebagai Quthub-nya.

ثُمَّ النُّجَبَاءُ أَرْبَعُوْنَ وَقِيْلَ سَبْعُوْنَ وَهُمْ مَشْغُوْلُوْنَ بِحَمْلِ أَثْقَلِ الْخَلْقِ فَلَا يَنْظُرُوْنَ إِلَّا فِى حَقِّ اْلغَيْرِ ، وَلَهُمْ ثَمَانِيَةُ أَعْمَالٍ. أَرْبَعَةٌ بَاطِنَةٌ ،وَ أَرْبَعَةٌ ظَاهِرَةٌ ،

Sedangkan Wali Nujaba’ jumlahnya 40 Wali. Ada yang mengatakan 70 Wali. Tugas mereka adalah memikul beban-beban kesulitan manusia. Karena itu yang diperjuangkan adalah hak orang lain (bukan dirinya sendiri). Mereka memiliki 8 amaliyah: 4 bersifat batiniyah, dan 4 lagi bersifat lahiriyah:
فالظاهرة : الفتوة والتواضع والأدب وكثرة العبادة ،
Yang bersifat lahiriyah adalah 1) Futuwwah (peduli sepenuhnya pada hak orang lain), 2) Tawadlu’, 3) Menjaga Adab (dengan Allah dan sesama) dan 4) Ibadah secara maksimal.
وأما الباطنة فالصبر والرضا والشكر والحياء وهم أهل مكارم الأخلاق
Sedangkan secara Batiniyah, 1) Sabar, 2) Ridla, 3) Syukur), 4) Malu. Dan meraka di sebut juga wali yang mulia akhlaqnya.


وأما الأبدال فهم سبعة رجال ، أهل كمال واستقامة واعتدال ، قد تخلصوا من الوهم والخيال ولهم أربعة أعمال باطنة وأربعة ظاهرة ،
Adapun Wali Abdal berjumlah 7 orang. Mereka disebut sebagai kalangan paripurna, istiqamah dan memelihara keseimbangan kehambaan. Mereka telah lepas dari imajinasi dan khayalan, dan Mereka memiliki 8 amaliyah: 4 bersifat batiniyah, dan 4 lagi bersifat lahiriyah:
فأما الظاهرة فالصمت والسهر والجوع والعزلة
Adapun yang bersifat lahiriyah: 1) Diam, 2) Terjaga dari tidur, 3) Lapar dan 4) ‘Uzlah.
ولكل من هذه الأربعة ظاهر وباطن
Dari masing-masing empat amaliyah lahiriyah ini juga terbagi menjadi empat pula:
Lahiriyah dan sekaligus Batiniyah:
أما الصمت فظاهره ترك الكلام بغير ذكر الله تعالى
Pertama, diam, secara lahiriyah diam dari bicara, kecuali hanya berdzikir kepada Allah Ta’ala.

وأما باطنه فصمت الضمير عن جميع التفاصيل والأخبار
Sedangkan Batinnya, adalah diam batinnya dari seluruh rincian keragaman dan berita-berita batin.
وأما السهر فظاهره عدم النوم وباطنه عدم الغفلة
Kedua, terjaga dari tidur secara lahiriyah, batinnya terjaga dari kealpaan dari dzikrullah.
وأما الجوع فعلى قسمين : جوع الأبرار لكمال السلوك وجوع المقربين لموائد الأنس
Ketiga, lapar, terbagi dua. Laparnya kalangan Abrar, karena kesempurnaan penempuhan menuju Allah, dan laparnya kalangan Muqarrabun karena penuh dengan hidangan anugerah sukacita Ilahiyah (uns).
وأما العزلة فظارها ترك المخالطة بالناس وباطنها ترك الأنس بهم :
Keempat, ‘uzlah, secara lahiriyah tidak berada di tengah keramaian, secara batiniyah meninggalkan rasa suka cita bersama banyak orang, karena suka cita hanya bersama Allah.
وللأبدال أربعة أعمال باطنة وهي التجريد والتفريد والجمع والتوحيد
Amaliyah Batiniyah kalangan Abdal, juga ada empat prinsipal: 1) Tajrid (hanya semata bersama Allah), 2) Tafrid (yang ada hanya Allah), 3) Al-Jam’u (berada dalam Kesatuan Allah, 3) Tauhid.
ومن خواص الأبدال من سافر من القوم من موضعه وترك جسدا على صورته فذاك هو البدل لاغير، والبدل على قلب إبراهيم عليه السلام ،
Salah satu keistimewaan-keistimewaan wali abdal dalam perjalanan qoum dari tempatnya dan meninggalkan jasad dalam bentuk-Nya maka dari itu ia sebagai abdal tanpa kecuali
وهؤلاء الأبدال لهم إمام مقدم عليهم يأخذون عنه ويقتدون به ، وهو قطبهم لأنه مقدمهم ،
Wali abdal ini ada imam dan pemukanya, dan ia disebut sebagai Quthub-nya.
karena sesungguhnya ia sebagai muqoddam abdal-Nya.
وقيل الأبدال أربعون وسبعة هم الأخيار وكل منهم لهم إمام منهم هو قطبهم ،
Dikatakan bahwa wali abdal itu jumlahnya 47 orang mereka disebut juga wali akhyar dan setiap dari mereka ada imam dan pemukanya, dan ia disebut sebagai Quthub-nya.

ثمّ الأوتاد وهم عبارة عن أربعة رجال منازلهم منازل الأربعة أركان من العالم شرقا وغربا وجنوبا وشمالا ومقام كل واحد منهم تلك ولهم ثمانية أعمال أربعة ظاهرة وأربعة باطنة ،
Kemudian Wali Autad mereka berjumlah 4 orang tempat mereka mempunyai 4 penjuru tiang -tiang, mulai dari penjuru alam timur, barat, selatan dan utara dan maqom setiap satu dari mereka itu, Mereka memiliki 8 amaliyah: 4 lagi bersifat lahiriyah, dan 4 bersifat batiniyah:
فالظاهرة :كثرة الصيام ، وقيال الليل والناس نيام ، وكثرة الإيثار ، والإستغفار بالأسحار
Maka yang bersifat lahiriyah: 1) Banyak Puasa, 2) Banyak Shalat Malam, 3) Banyak Pengutamaan ( lebih mengutamakan yang wajib kemudian yang sunnah ) dan 4) memohon ampun sebelum fajar.
وأما الباطنة : فالتوكل والتفويض والثقة والتسليم ولهم واحد منهم هو قطبهم
Adapun yang bersifat Bathiniyah : 1) Tawakkal, 2) Tafwidh , 3) Dapat dipercaya ( amanah) dan 4) taslim.dan kepercayaan, pengiriman, dan dari mereka ada salah satu imam ( pemukanya), dan ia disebut sebagai Quthub-nya.
وأما الإمامان فهما شخصان أحدهما عن يمين القطب والآخر عن شماله فالذي عن يمينه ينظر فى الملكوت وهو أعلى من صاحبه ، والذى عن شماله ينظر فى الملك ، وصاحب اليمين هو الذي يخلف القطب ، ولهما أربعة أعمال باطنة وأربعة ظاهرة :
Adapun Wali Dua Imam (Imamani), yaitu dua pribadi, salah satu ada di sisi kanan Quthub dan sisi lain ada di sisi kirinya. Yang ada di sisi kanan senantiasa memandang alam Malakut (alam batin) — dan derajatnya lebih luhur ketimbang kawannya yang di sisi kiri –, sedangkan yang di sisi kiri senantiasa memandang ke alam jagad semesta (malak). Sosok di kanan Quthub adalah Badal dari Quthub. Namun masing-masing memiliki empat amaliyah Batin, dan empat amaliyah Lahir.

فأما الظاهرة ، فالزهد والورع والأمر بالمعروف والنهي عن المنكر
Yang bersifat Lahiriyah adalah: Zuhud, Wara’, Amar Ma’ruf dan Nahi Munkar.
وأما الباطنة فالصدق والإخلاص والحياء والمراقبة
Sedangkan yang bersifat Batiniyah: Sidiq ( Kejujuran hati) , Ikhlas, Mememlihara Malu dan Muraqabah.

وقال القاشاني فى اصطلاحات الصوفية :
Syaikh Al-Qosyani dalam istilah kitab kewaliannya Berkata :
الإمامان هما الشخصان اللذان أحدهما عن يمين القطب ونظره فى الملكوت
Wali Imam adalah dua orang, satu di sebelah kanan Qutub dan dan senantiasa memandang alam malakut ( alam malaikat )
والآخر عن يساره ونظره فى الملك،
, dan yang lainnya ( satu lagi ) di sisi kiri ( wali Qutub ) –, sedangkan yang di sisi kiri senantiasa memandang ke alam jagad semesta (malak).
وهو أعلى من صاحبه وهو الذى يخلف القطب ،
dan derajatnya lebih luhur ketimbang kawannya yang di sisi kanan, Sosok di kiri Quthub adalah Badal dari Quthub
قلت وبينه وبين ما قبله مغايرة فليتأمل
Syaikh Al-Qosyani berkata, diantara dirinya ( yang sebelah kiri ) dan antara sesuatu yang sebelumnya ( sebelah kanan ) memiliki perbedaan dalam perenungan
والغوث عبارة عن رجل عظيم وسيد كريم تحتاج إليه الناس عند الاضطرار فى تبيين ماخفى من العلوم المهمة والأسرار ، ويطلب منه الدعاء لأنه مستجاب الدعاء لو أقسم على الله لأبرقسمه مثل أويس القرنى فى زمن رسول الله صلعم ، ولايكون القطب قطبا حتى تجتمع فيه هذه الصفات التى اجتمعت فى هؤلاء الجماعة الذين تقدم ذكرهم انتهى من مناقب سيدي شمس الدين الحنفى
Wali Ghauts, yaitu seorang tokoh besar ( agung ) dan tuan mulia, di mana seluruh ummat manusia sangat membutuhkan pertolongannya, terutama untuk menjelaskan rahasia hakikat-hakikat Ilahiyah. Mereka juga memohon doa kepada al-Ghauts, sebab al-Ghauts sangat diijabahi doanya. Jika ia bersumpah langsung terjadi sumpahnya, seperti Uwais al-Qarni di zaman Rasul SAW. Dan seorang Qutub tidak bisa disebut Quthub manakala tidak memiliki sifat dan predikat integral dari para Wali.
Demikian pendapat dari kitab manaqib Sayyidi Syamsuddin Al-Hanafi…

الأمناء : وهم الملامتية ، وهم الذين لم يظهر مما فى بواطنهم أثر علي ظواهرهم وتلامذتهم فى مقامات أهل الفتوة
Wali Umana : Mereka adalah kalangan Malamatiyah, yaitu orang-orang yang tidak menunjukkan dunia batinnya ( mereka yang menyembunyikan dunia batinnya ) dan tidak tampak sama sekali di dunia lahiriyahnya. Biasanya kaum Umana’ memiliki pengikut Ahlul Futuwwah, yaitu mereka yang sangat peduli pada kemanusiaan.

وفى اصطلاحات شيخ الإسلام زكريا الأنصاري : النقباء هم الذين استخرجوا خبايا النفوس وهم ثلثمائة
Dalam istilah Syaikh al-Islam Zakaria Al-Anshar ra.: Wali Nuqoba adalah orang-orang yang telah menemukan rahasia jiwa, dan mereka ( wali Nuqoba ) berjumlah tiga ratus orang
والنجباء : هم المشغولون بحبل أثقال الخلق وهم أربعون اهـ
Dan Nujaba mereka disibukan dengan tali beban-beban makhluk jumlah wali Nujaba Empat puluh orang
قال : الأفراد هم الرجال الخارجون عن نظر القطب
Berkata Syekh Syamsuddin bin Katilah Rahimahullaahu Ta’ala : wali afrod adalah Orang-orang yang keluar dari penglihatan wali qutub artinya Wali yang sangat spesial, di luar pandangan dunia Quthub.
Para Quthub senantiasa bicara dengan Akal Akbar, dengan Ruh Cahaya-cahaya (Ruhul Anwar), dengan Pena yang luhur (Al-Qalamul A’la), dengan Kesucian yang sangat indah (Al-Qudsul Al-Abha), dengan Asma yang Agung (Ismul A’dzam), dengan Kibritul Ahmar (ibarat Berlian Merah), dengan Yaqut yang mememancarkan cahaya ruhani, dengan Asma’-asma, huruf-huruf dan lingkaran-lingkaran Asma huruf. Dia bicara dengan cahaya matahati di atas rahasia terdalam di lubuk rahasianya. Ia seorang yang alim dengan pengetahuan lahiriah dan batiniyah dengan kedalaman makna yang dahsyat, baik dalam tafsir, hadits, fiqih, ushul, bahasa, hikmah dan etika. Sebuah ilustrasi yang digambarkan pada Sulthanul Auliya Syeikhul Quthub Abul Hasan Asy-Syadzily – semoga Allah senantiasa meridhoi .

Jaminan-jaminan Rosululloh saw bagi Ashab Tijani (Kitab Faidlur Robbani) by.tarjim. Budi Ali Hidayat


اللهم احشرنا فى زمرة أبى الفيض التجـانى
وأمدنا بمدد ختم الأولياء الكتمانى

Ya Allah kumpulkan kami dalam golongan Abil Faidl Tijani
 dan anugerahkan pertolongan kepada kami ini dengan anugerah hamparan kewalian Sang Penyempurna Wali Pembesar yang Tersembunyi 



ومن الخصائص التي ضمنـها النّبى صلى الله ليه وسلم لأهل هذهالطريقة ضمـاناتٌ توصلهم إلى الجنة إكرامًا لنجله شيخنا وسندنا وقرّة أعيننا رضى الله عنه وأرضاه وجعلنا نحن ووالدينا وجميع إخواننا والمحبين فى الله من أهل هذه الطريقة وأصحاب الشيخ يشتركون فى أربعة عشر ضمـاناتٍ عددية الأولى : أنه صلى الله عليه وسلم ضمن لهم أنْ يموتوا على الإيـمـان والإسلام والثانية : أن يخفف الله عنـهم سكرات الموت والثالثة : أنـهم لايرون فى قبورهم إلّاما يسرهم والرابعة : أنْ يؤمّنـهم الله تعالى من حميع أنواع عذابه وتخويفه وجميع الشرور من الموت إلى المستقر فى الحنة والخامسة : أنْ يغفر الله لهم حميع ما تقدم وما تأخر من الذنوب والسادسة : أنْ يؤديـهم الله عنـهم جميع تبعاتـهم من خزائن فضله لامن حسناتـهم والسابعة : أن لا يحاسبـهم الله ولاينا قشهم عن شيئٍ بالكلية ولا يسألهم عن القليل والكثير يوم القيامة والثامنة : أنْ يـظلهم الله فى ظل عرشه يوم لاظل إلّا ظله أن يجيرهم الله على الصراط أسرع من طرفة عين على كواهل الملائكة والعاشرة : أنْ يسقيـهم الله يوم القيامة من حوض خير البرية صلى الله عليه وسلم والحادية عشر : أن يدخلهم الله الجنة بغير حسابٍ ولا عقابٍ فى أول الزمرة الأولى مع الصحابة والثانية عشر : أنْ يجعلهم الله تعالى مستقرين فى الجنة العالية من جنة الفردوس وجنة عدن والثالثة عشر : أنّ النبي صلى الله عليه وسلم يحب كل من كان محباً للحضرة التجـانية والرابعة عشر : أنّ محبه رضى الله عنه لايموت حتى يكون من الأولياء

Sebagian  keistimewaan jaminan yang diberikan oleh Rosulullah SAW pada murid Thoriqoh Tijani ini. yaitu berbagai jaminan yang menyebabkan mereka sampai kedalam surga Alloh. Yang tiada lain karena selalu memuliakan nasab keturunan tuan Syeikh kita, sandaran kita dan  penyejuk hati kita semua yakni (Syekh Ahmad Tijani RA) juga yang menjadikan kita serta kedua orang tua semuanya, dan seluruh ihwan dan para pecinta Syeikh Ahmad Tijani dalam (ridlo dan qobul) Allah.   dan diantara Pengikut Thoriqoh Tijaniyyah ini. para pecinta juga pengikut setia Syeikh ra., sama-sama memiliki 14 jaminan dari Rosulullah SAW.,  Pertama : Sesungguhnya Rosulullah saw., telah memberikan jaminan bagi mereka yakni tidak akan mengalami kematian kecuali mati dalam membawa keimanan dan keislaman. Kedua : Anugerah Alloh bagi mereka diberi kemudahan menjelang ajal sakaratul maut. Ketiga : Sesungguhnya bagi mereka tidak akan diperlihatkan penampakan yang menakutkan di alam kubur kecuali penglihatan-penglihatan yang menyenangkan. Keempat : Anugerah Alloh bagi mereka selalu diberi curahan keselamatan dari adzab kubur dan rasa kekhawatiran siksaan yang akan menimpanya juga semua malapetaka huru hara dari kematian hingga mereka ditempatkan dalam penantian masuk surga. Kelima : Anugerah Alloh bagi mereka selalu diberi ampunan dosa-dosa yang mereka perbuat baik dosa yang telah lampau  maupun dosa yang akan terjadi dikemudian hari. Keenam : Anugerah Allah bagi mereka akan selalu diistimewakan/dilayani semua kebutuhan dari pelbagai gudang-gudang karunia-Nya hal tersebut bukan lantaran dari kebaikan mereka. Ketujuh : Anugerah Allah bagi mereka tidak akan masuk ke dalam Alam Hisab (perhitungan amal-amal) dan tidak ditanya sesuatu amal apapun, mengenai perbuatan mereka sama sekali. baik pertanyaan yang sedikit maupun pertanyaan yang banyak pada hari kiamat. kedelapan : Anugerah Allah bagi mereka akan selalu diberi naungan yang sangat dahsyat dibawah Arasy-Nya yang dimana pada hari itu tidak ada lagi naungan kecuali naungan Alloh. Kesembilan : Anugerah Alloh bagi mereka menyambar secepat kilat di atas pundak-pundak para malaikat ketika melewati jembatan Shiroth al-Mustaqim diibaratkan seperti kedipan mata. Kesepuluh : Anugerah Alloh bagi mereka pada hatri kiamat akan diberi minuman yang menyejukan dari sumber telaga kautsar Nabi saw. Kesebelas : Anugerah Allah bagi mereka akan dimasukan kedalam surga tanpa ada penghisaban dan penyiksaan lebih dulu, dalam (penantian masuk surga) golongan yang pertama mengikuti masuk beserta para sahabat. Kedua Belas : Anugerah Alloh bagi mereka akan menjadi para penghuni surga yang tertinggi yakni penghuni Surga Firdaus dan penghuni surga Adn. Ketiga Belas : sesungguhnya Nabi SAW sangat mencintai siapa saja orang yang selalu mencintai Saidi Syekh Ahmad Tijani ra. Keempat Belas. Sesungguhnya siapa saja yang selalu mahabbah kepada Syekh Ahmad tijani tidak akan diberi dimatikan lebih dulu kecuali dia sudah menyandang predikat Wali Alloh.



Minggu, 23 Maret 2014

Kisah Ahli Qurro Masuk Thoriqot Tijani (Kitab Faidlur Rabbani)


الشيخ أبو نوفل : رأيت رسول الله صلى الله عليه وسلم فى المنام كأني أقبل يده الكريمة فقال لى صلى الله عليه وسلم : لم لم تـأخذ الطريقة التجـانية فقلت له يـآ سيدي يـآ رسول الله أنا آخذ للطريقة القادرية فـأعـاد عليّ مرّةً أخرى قائلاً : لم لم تأخذ الطريقة التجـانية فقلت له يآ رسول الله أنا عندي إذنٌ فى إعطاء أوراد القدرية هاهو فقال رسول الله : قلت لك : لم لم تأخذ الطريقة التجـانية فقلت يـآ سيدي وممن آخذ الطريقة التجـانية؟ فقال لى خذها من أحد الرجلين إمّا من السيد محمد الحافظ التجـاني أو من السيد محمد السيد التجـاني والسيد حمد السيد التجـاني قريبٌ منك فسلم لى عليه وقل له : رسول الله يسلم عليك ويقول لك إعط الإذن بقرآة الطريقة التجـانية وقد جئت إليك لتعطيني الإذن بقرأة أورادها فأذنه بقرأتـها بعد قبوله لشروط سلوكهـا
.
berkata salah satu ahli Qurro' al-Qur'an. Syeikh Abu Noufal : aku bermimpi melihat Rosulullah SAW dalam tidur. Aku seolah-olah mencium tangan beliau saw., yang mulia maka Beliau SAW bersabda kepadaku : kenapa engkau tidak mengambil Thoriqoh Tijaniyyah. Aku jawab : wahai Penghuluku, wahai Rosulullah SAW saya telah mengambil ijazah Thoriqoh Qodiriyyah. lalu Beliau SAW mengulangi lagi ucapannya kedua kalinya seraya bersabda . kenapa engkau tidak mengambil ijazah Thoriqoh Tijaniyyah. kemudian aku jawab lagi : Wahai Rosulullah SAW saya sudah memiliki izin diberi wirid Thoriqot Al-Qodiriyyah dan ini bukti izinya. Lalu Rosulullah SAW menegaskan kembali sabdanya : Aku katakan padamu : kenapa kamu tidak mengambil ijazah Thoriqoh Tijaniyyah. terus aku mulai bertanya : Wahai Penghuluku  (kalau begitu) kepada siapa orang yang berhak aku ambil (ijazah shohih) Thoriqoh Tijani. maka Beliau bersabda kepadaku : Ambilah dari salah satu dari dua orang syekh tijani. pertama, Syekh Muhammad al-Hafidz al-Tijani atau dari Syekh Muhammad al-Sayyid al-Tijani. namun Syekh Muhammad al-Sayyid al-Tijany mempunyai kedekatan kepadamu. dan sampaikan salamku padanya. kemudian ia (Syekh Naufal) berkata kepada Syekh Muhammad Sayyid al Tijani : "Rosulullah SAW menyampaikan salam atasmu. terus ia mengatakan lagi padanya : Berikanlah padaku izin shohih membaca wirid Thoriqoh al-Tijaniyyah. Sungguh kedatanganku kemari agar engkau memberiku izin shohih membaca wirid Thoriqoh al-Tijaniyyah. lalu Sayyid Muhammad sayyid At Tijani memberikan izin shohih setelah ia (Syeikh Abu Noval) menerima syarat-syarat dalam pengamalan mengamalkan Thoriqoh al-Tijaniyyah 

Senin, 17 Maret 2014

Lintasan Sejarah Al Manak Hijriyah By. Budi Ali Hidayat / Ketua Pokjahulu Kemenag Kota Cimahi





A.    Al Manak Arab Pra Hijriyah
Sebelum datangnya Islam, di tanah Arab dikenal sistem kalender berbasis campuran antara Bulan (qamariyah) maupun Matahari (syamsiyah). Peredaran bulan digunakan, dan untuk mensinkronkan dengan musim dilakukan penambahan jumlah hari (interkalasi).
Pada waktu itu, belum dikenal penomoran tahun. Sebuah tahun dikenal dengan nama peristiwa yang cukup penting di tahun tersebut. Misalnya, tahun dimana Muhammad lahir, dikenal dengan sebutan "Tahun Gajah", karena pada waktu itu, terjadi penyerbuan Ka'bah di Mekkah oleh pasukan gajah yang dipimpin oleh Abrahah, Gubernur Yaman (salah satu provinsi Kerajaan Aksum, kini termasuk wilayah Ethiopia). Di kalangan bangsa Arab sendiripun ada berbagai-bagai kalendar yang digunakan seperti Kalendar Tahun Gajah, Kalendar Persia, Kalendar Romawi dan kalendar-kalendar lain yang berasal dari tahun peristiwa-peristiwa besar Jahiliah.
Ketika Nabi Muhammad saw., diangkat menjadi Rasul Allah, walaupun belum ada penanggalan almanac secara tertulis namun, penyebutan bulan-bulan pada hijriyah dan jumlah bulan sudah ada pada jamannya sesuai dengan wahyu yang beliau terima juga sabda-sabdanya dalam hadits.
Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ‏‎ ‎اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي‎ ‎كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ‏‎ ‎السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا‎ ‎أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ الدِّينُ‏‎ ‎الْقَيِّمُ فَلَا تَظْلِمُوا‎ ‎فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ
Artinya
”Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram (suci). Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu.” (QS. At Taubah: 36).
Dua belas bulan yang diterangkan dalam ayat ini adalah bulan-bulan yang sudah diketahui oleh kebanyakan kaum muslimin. Yaitu Muharam, Shafar, Rabi’ul Awwal, Rabi’ul Akhir, Jumadil Awwal, Jumadil Akhir, Rajab, Sya’ban, Ramadhan, Syawal, Dzulqadah dan Dzulhijjah.
Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,
الزَّمَانُ قَدِ اسْتَدَارَ‏‎ ‎كَهَيْئَتِهِ يَوْمَ خَلَقَ‏‎ ‎السَّمَوَاتِ وَالأَرْضَ ،‏‎ ‎السَّنَةُ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا ،‏‎ ‎مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ،‏‎ ‎ثَلاَثَةٌ مُتَوَالِيَاتٌ ذُو‎ ‎الْقَعْدَةِ وَذُو الْحِجَّةِ‏‎ ‎وَالْمُحَرَّمُ ، وَرَجَبُ مُضَرَ‏‎ ‎الَّذِى بَيْنَ جُمَادَى‎ ‎وَشَعْبَانَ
Artinya
”Setahun berputar sebagaimana keadaannya sejak Allah menciptakan langit dan bumi. Satu tahun itu ada dua belas bulan. Di antaranya ada empat bulan haram (suci). Tiga bulannya berturut-turut yaitu Dzulqo’dah, Dzulhijjah dan Muharram. (Satu bulan lagi adalah) Rajab Mudhor yang terletak antara Jumadil (akhir) dan Sya’ban.”    Jadi empat bulan suci yang dimaksud adalah Dzulqo’dah, Dzulhijjah, Muharram dan Rajab.
Salah satu bukti terhadap hal ini adalah adanya perintah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam kepada para sahabatnya untuk melihat hilal dalam menentukan bulan Ramadhan dan Syawwal. Sebagaimana dalam hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar, beliau mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَوْ قَالَ قَالَ أَبُو الْقَاسِمِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صُومُوا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوا لِرُؤْيَتِهِ فَإِنْ غُبِّيَ عَلَيْكُمْ فَأَكْمِلُوا عِدَّةَ شَعْبَانَ ثَلَاثِينَ
Artinya
“Apabila kalian melihatnya (hilal) maka berpuasalah, dan apabila kalian melihatnya maka berbukalah. Namun bila mendung menghalangi kalian, perkirakanlah.”  (Muttafaqun ‘alaih)
Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,

أَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ‏‎ ‎رَمَضَانَ شَهْرُ اللَّهِ‏‎ ‎الْمُحَرَّمُ وَأَفْضَلُ‏‎ ‎الصَّلاَةِ بَعْدَ الْفَرِيضَةِ‏‎ ‎صَلاَةُ اللَّيْلِ

Artinya
”Puasa yang paling utama setelah (puasa) Ramadhan adalah puasa pada syahrullah (bulan Allah) yaitu Muharram. Sementara shalat yang paling utama setelah shalat wajib adalah shalat malam.” 
 Rasulullah saw., bersabda :
فَقَالَ الشَّهْرُ هَكَذَا وَهَكَذَا وَهَكَذَا ثُمَّ عَقَدَ إِبْهَامَهُ فِي الثَّالِثَةِ فَصُومُوا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوا لِرُؤْيَتِهِ فَإِنْ أُغْمِيَ عَلَيْكُمْ فَاقْدِرُوا لَهُ ثَلَاثِينَ
Artinya
”Bulan itu begini dan begitu, kemudian beliau menekuk salah satu jempolnya yang ketiga, maka berpuasalah, dan apabila kalian melihatnya maka berbukalah. Namun bila mendung menghalangi kalian, maka, perkirakan dengan 30 hari ”(HR. Muslim).
Maksud hadits diatas sebulan itu ada yang 29 hari dan beliau juga pernah menunjukkan jari 10 tiga kali berarti ada 30 hari.

B.    Lintasan Sejarah Al Manak Hijriyah
Ketika sahabat Rasulullah saw.,  yakni, Abu Bakar Sidik wafat, Ibu Kota Negara Madinah sebagai pusat kendali kepemimpinan dilimpahkan kepada Amirul Mukminin Umar Bin Khathab.  Seiring beliau menjabat sebagai Kepala Negara hingga tahun ke lima beliau menerima surat dari seorang Gubernur di Negeri Kuffah yakni Musa Al As’ari Gubernur Kuffah, adapun isi suratnya adalah sebagai berikut :Artinya: Telah menulis surat Gubernur Musa Al As’ari kepada Kepala Negara Umar bin Khothob. Sesungguhnya telah sampai kepadaku dari kamu beberapa surat-surat tetapi surat-surat itu tidak ada tanggalnya.
Akhirnya, pada tahun 638 M (17 H),  Khalifah Umar bin Khathab mengumpulkan para tokoh, ahli perbintangan dan para shahabat yang ada di Madinah.  Didalam  musyawarah itu membicarakan rencana  pembuatan Almanak Islam. Muncul berbagai pendapat dikalangan sahabat yang bermusyawarah, yaitu :
•    Pendapat pertama berpandangan bahwa bahwa pembuatan tarikh/almanak Islam dimulai dari tahun kelahiran Nabi Muhammad SAW.
•    Pendapat kedua berpandangan bahwa pembuatan almanac dimulai pengangkatan Nabi Muhammad menjadi Rasul.
•    Pendapat ketiga ketika Isro Mi’raj Rasulullah saw .
•    Pendapat keempat ketika wafatnya Nabi Muhammad SAW.
•    Pendapat kelima berpandangan sebaiknya pembuatan diawali semenjak hijrahnya Rasulullah dari Mekkah ke Madinah, ini merupakan pendapat Saidina Ali.,
Namun silang pendapat ini tidak berjalan lama, setelah sebagian besar dari kalangan sahabat seperti Umar, Utsman, dan Ali radhiyallahu ‘anhum ajma’in sepakat, bahwa tahun baru Islam dimulai dari bulan Muharram kemudian kalender Islam tersebut dinamakan Tahun Hijriyah. Setelah ditentukannya awal perhitungan tahun Islam, terjadi silang pendapat untuk menentukan bulan apa yang dipakai sebagai sebagai permulaan tahun baru. Ada yang berpendapat Rabi’ul Awwal, karena di waktu itu dimulai perintah hijrah dari Makkah ke Madinah. Pendapat lain mengatakan bulan Ramadhan, karena di bulan itu diturunkannya Al-Qur’an.
Kenapa bulan muharam merupakan awal bulan pada tahun hijriyah ? Pada bulan Muharam itu banyak hal-hal atau aktifitas yang diharamkan. Di antaranya tidak boleh mengadakan peperangan, kecuali dalam keadaan diserang maka diperbolehkan melawannya, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,
وَاقْتُلُوهُمْ حَيْثُ ثَقِفْتُمُوهُمْ وَأَخْرِجُوهُمْ مِنْ حَيْثُ أَخْرَجُوكُمْ وَالْفِتْنَةُ أَشَدُّ مِنَ الْقَتْلِ وَلَا تُقَاتِلُوهُمْ عِنْدَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ حَتَّى يُقَاتِلُوكُمْ فِيهِ فَإِنْ قَاتَلُوكُمْ فَاقْتُلُوهُمْ كَذَلِكَ جَزَاءُ الْكَافِرِينَ
Artinya
“Dan bunuhlah mereka di mana saja kamu jumpai mereka, dan usirlah mereka dari tempat mereka telah mengusir kamu (Makkah), dan fitnah itu lebih besar bahayanya dari pembunuhan. Dan janganlah kamu memerangi mereka di Masjidil Haram, kecuali jika mereka memerangi kamu di tempat itu. Jika mereka memerangi kamu (di tempat itu), maka bunuhlah mereka. Demikianlah balasan bagi orang-orang kafir.” (Al-Baqarah: 191)
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
الشَّهْرُ الْحَرَامُ بِالشَّهْرِ الْحَرَامِ وَالْحُرُمَاتُ قِصَاصٌ فَمَنِ اعْتَدَى عَلَيْكُمْ فَاعْتَدُوا عَلَيْهِ بِمِثْلِ مَا اعْتَدَى عَلَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ مَعَ الْمُتَّقِينَ

Artinya
“Bulan haram dengan bulan haram, dan pada sesuatu yang patut dihormati, berlaku hukum qishash. Oleh sebab itu barangsiapa yang menyerang kamu maka seranglah ia seimbang dengan seranganya terhadapmu. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah beserta orang-orang yang bertakwa.” (Al-Baqarah: 194)  Dari sinilah dikatakannya Muharram sebagai bulan haram .
Jika kita lihat dari beberapa kalender yang menyebar di zaman kita, di sana tertulis pengganti Muharram  ini dengan istilah Syura. Kata ini pun sering kita dengar di masyarakat awam. Wallahu a’lam, mungkin persepsi ini muncul dari suatu hadits Rasulullah yang menerangkan keutamaan puasa di hari Asyura. Para ulama bersilang pendapat, apakah kata Asyura merupakan bahasa Arab atau bukan. Pendapat yang benar adalah kata ini didengar dari bangsa Arab sehingga ia dikategorikan sebagai bahasa Arab. Kata Asyura menurut sebagian berasal dari kata Asyir yang artinya kesepuluh (hari kesepuluh di bulan Muharram).
Dari Ibnu Abbas, ia berkata, “Bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berpuasa di hari Asyura (kesepuluh) dan beliau memerintahkan untuk berpuasa padanya.” 
C.    Al Manak Hijriyah
    Almanak Hijriyah dalam bahasa Arab: التقويم الهجري; at-taqwim al-hijr),  adalah 1).  Penanggalan ; Kalender; 2). buku berisi penanggalan dan karangan-karangan yang perlu diketahui umum, biasanya terbit sekali setahun -- dinding penanggalan yang biasanya digantungkan atau ditempelkan di dinding; -- pelayaran almanak untuk pelayaran, berisi catatan tentang kejadian astronomi seperti posisi matahari, bulan, planet, dan bintang setiap saat, siang dan malam sepanjang tahun. 1). Penanggalan yaitu Daftar Hari, Minggu, Bulan, Hari-Hari Raya dalam setahun yg disertai dengan data keastronomian, ramalan cuaca.
Adapun yang dimaksud Almanak Hijriyah atau Taqwim Hijriyah/Qomariyah, adalah peristiwa penanggalan tahun dimana terjadi peristiwa Hijrah-nya Nabi Muhammad dari Makkah ke Madinah, yakni pada tahun 622 M. Di beberapa negara yang berpenduduk mayoritas Islam, Kalender Hijriyah juga digunakan sebagai sistem penanggalan daftar hari, bulan, hari Raya, waktu shalat, arah qiblat, gerhana, Hilal juga waktu dalam setahun yg disertai dengan data keastronomian. Sedangkan almanak dalam arti buku berisi penanggalan dan karangan yg perlu diketahui umum, biasanya terbit tiap tahun -- dinding penanggalan yg biasanya digantungkan atau ditempelkan di dinding; -- meja penanggalan yg biasanya ditaruh di atas meja; -- pelayaran almanak untuk pelayaran yg berisi catatan tt kejadian astronomi, spt posisi matahari, bulan, planet, dan bintang setiap saat, siang dan malam sepanjang tahun. Kalender Islam menggunakan peredaran bulan sebagai acuannya, berbeda dengan kalender biasa (kalender Masehi) yang menggunakan peredaran matahari.

Terdapat perbedaan pendapat  pakar astronomi Islam dalam  memberikan pengertian bahwa, tanggal 1 hijriyah pada bulan Muharam adalah jatuh pada hari kamis tanggal 15 Juli 622 M (kalender sistem Julian) atau tanggal 19 Juli tahun 622 (Kalender Sistem Gregorian),.  Hal ini didasarkan  atas hisab, sebab  hilal pada hari Rabu 14 Juli 622 M sudah diatas ufuk 5 0 57’. Adapun  menurut perhitungan rukyat adalah hari Jum’at tanggal 16 Juli 622 M. Hal ini didasarkan atas rukyat  walaupun  hari Rabu tanggal, 14 Juli 622 M., hilal sudah irtifa’ diatas ufuk 5 0 57’ namun tidak ada seorang pun yang melihat hilal. 
Dalam Almanak Qamariyah, terdapat 12 bulan. Setiap bulan mengandungi 29 atau 30 hari, tetapi lazimnya tidak dalam urutan yang tetap.. Adapun setahun ada yang dinamakan Tahun Bashithoh yakni jumlah bulan 354 hari, juga ada yang dinamakan Tahun Kabisat yakni jumlah bulan 355 hari. Dalam daur 30 tahunan ada 11 Tahun kabisat adalah setiap tahun yang ketika dibagi 30 sisanya 2, 5, 7, 10, 13, 15,18, 21, 24, 26, dan 29.  Sedangkan tahun basithah adalah setiap tahun yang ketika dibagi 30 sisanya 1, 3, 4. 6, 8, 9, 11, 12, 14, 16, 17, 19, 20, 22, 23, 25, 27, 28, 30.  Adapun untuk tahun-tahun yang kurang dari 30, maka tahun-tahun tersebut dianggap sisa.
    Pananggalan bulan dalam Hijriyah dihitung menurut ilmu hisab dan rukyat. Ilmu Hisab sebagai alat untuk membantu proses merukyat hilal diakhir bulan atau ketika Ijtima (konjungsi) nya matahari dan bulan. Penentuan awal bulan (New Moon) ditandai dengan munculnya penampakan (visibilitas) Bulan Sabit pertama kali (hilal) setelah bulan baru (konjungsi atau ijtimak). Pada fase ini, Bulan terbenam sesaat setelah terbenamnya Matahari, sehingga posisi hilal berada di ufuk barat. Jika hilal tidak dapat terlihat pada hari ke-29, maka jumlah hari pada bulan tersebut dibulatkan menjadi 30 hari (istikmal).
Sebagian umat Islam berpendapat bahwa untuk menentukan awal bulan, adalah harus dengan pengamatan hilal secara langsung (rukyatul hilal) Tidak ada aturan khusus bulan-bulan mana saja yang memiliki 29 hari, dan mana yang memiliki 30 hari. Semuanya tergantung pada penampakan hilal. Sebagian yang lain lagi berpendapat bahwa penentuan awal bulan cukup dengan melakukan hisab (perhitungan matematis), tanpa harus benar-benar mengamati hilal. Metode hisab juga memiliki berbagai kriteria penentuan, sehingga seringkali menyebabkan perbedaan penentuan awal bulan, yang berakibat adanya perbedaan hari melaksanakan ibadah seperti puasa Ramadan atau Hari Raya Idul Fitri.
     Sistem Hisab Urfi atau disebut juga dengan Hisab Istilahi berdasarkan siklus rata-rata sinodis bulan 29.53059 hari., dihitung rata-rata hisab urfi dari :
(11) x 255) + (19 x 355) = 10.631 hari = 29.530556 hari
             30 x 12                        360
(bandingkan dengan satu bulan sinodis rata-rata = 29.53059 hari)
    Kalender qamariyah biasanya digunakan untuk keperluan aktivitas keagamaan yang memerlukan ketepatan hari yang bisa dilihat di alam (Soal: Mengapa tidak dapat menggunakan kalender syamsiah?). Hampir semua agama menggunakan kalender qamariyah. Agama Islam, Budha, dan Hindu  murni menggunakan kalender qamariyah dalam aktivitas keagamaannya, misalnya Idul Fitri setelah bulan sabit pertama, Waisak saat bulan purnama, dan Nyepi saat bulan mati. Kristen/Katolik, Yahudi, dan Kong Hu Chu menggunakan sistem campuran, misalnya Paskah adalah hari Minggu setelah purnama pada awal musim semi, Imlek adalah setelah bulan mati pada musim hujan (Januari/Februari) .

Allah SWT berfirman :
هُوَ الَّذِي جَعَلَ الشَّمْسَ ضِيَـاءً وَالْقَمَرَ نُورًا وَقَدَّرَهُ مَنــَازِلَ لِتَعْلَـمُوا عَدَدَ السِّنِـينَ وَالْحِسَابَ مَا خَلَقَ اللَّهُ ذَلِكَ إِلَّا بِالْحَقِّ يُفَصِّلُ الآيَـاتِ لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ
Artinya
”Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang Mengetahui”(QS. Yunus: 5).
Taqwim Hijriyah terdiri dari 7 hari. Semua hari berawal dari terbenamnya matahari berbeda dengan Kalender Masehi yang mengawali hari pada saat tengah malam. Berikut adalah nama-nama hari:  al-Ahad (Minggu), al-Itsnayn (Senin), ats-Tsalaatsa' (Selasa), al-Arba'aa / ar-Raabi' (Rabu), al-Khamsatun (Kamis), al-Jumu'ah (Jumat) dan as-Sabat (Sabtu). 
Sumber Rujukan : Buku Pelajaran Ilmu Falak 1 Karya Budi Ali Hidayat, S.HI